Pages

MARHABAN

Rabu, Januari 30, 2008

Fadha'il Al-Quran

Fadha'il artinya kelebihan atau keutamaan. Ketertarikan kita terhadap sesuatu (atau tidak) bergantung pada ilmu kita tentang kelebihan atau kegunaan sesuatu itu. Agar manusia tertarik kepada Alquran, Rasulullah Saw pun memberi banyak fadha'il al Qur'an. Meski demikian, ketertarikan manusia kepada Alquran pun sangat bergantung pada iman dan keyakinannya kepada janji Allah Swt dan Rasul-Nya. Misalnya, Umar bin Khatthab Ra sangat tertarik kepada Alquran setelah membaca firman Allah Swt

Artinya : “ Thaha, Tidaklah Kami turunkan Alquran ini agar kamu sengsara.” (QS Thaha: 1-2)

Sebaliknya, Walid bin Mughirah - walaupun sangat tertarik kepada Alquran dengan memuji setinggi-tingginya pada akhirnya ia tidak beriman kepada Alquran dan berusaha mencari alasan untuk menjauhkan diri dengan mengatakan “ Itu adalah sihir yang diajarkan kepada Muhammad “. Oleh karena itu, keimanan yang telah Allah Swt karuniakan kepada kita hendaknya kita tingkatkan sehingga menumbuhkan ketertarikannya kepada Alquran melalui penjelasan Rasul-Nya. Fadha'il al-Qur'an yang diberikan kepada manusia dibagi menjadi dua, fadha'il di dunia dan fadha'il di akhirat.

FADHA'IL AL QUR' AN DI DUNIA

1. Allah Swt mengangkat derajat Ahl al Qur'an (manusia yang senantiasa berinteraksi dengan Alquran) menjadi keluarga Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda,

“ Sesungguhnya di antara manusia terdapat keluarga Allah Swt." Ditanyakan, " Siapakah mereka, ya Rasulullah ? " Rasul Saw menjawab, " Mereka adalah ahl al-Qur'an. Mereka keluarga Allah dan orang-orang pilihan-Nya." (HR Imam Ahmad)

Kata ahlu (keluarga) menunjukkan hubungan yang dekat antara Allah Swt dan hamba-Nya. Kedekatan itu melambangkan kecintaan dan cinta akan dapat meringankan manusia dalam melaksanakan seluruh perintah Allah Swt. Sekalipun berat, perintah yang susah pun akan menjadi mudah.

2. Alquran adalah kenikmatan yang harus didamba-dambakan.

" Tidak boleh iri kecuali dalam dua kenikmatan : Seseorang yang diberi Allah Alquran, lalu ia membacanya sepanjang malam dan siang. Seseorang yang diberi Allah harta, lalu ia belanjakan di jalan Allah sepanjang malam dan siang."

Penetapan Alquran sebagai nikmat yang harus didamba-dambakan adalah suatu isyarat agar orang beriman dapat membedakan nikmat yang hakiki dan semu. Kemampuan merasakan Alquran sebagai nikmat yang hakiki merupakan indikasi iman yang sehat dan keyakinan terhadap hari akhirat serta janji Allah Swt yang ada di dalamnya. Sebaliknya, ketidakmampuan manusia merasakan nikmat Alquran merupakan indikasi penyakit hubbud dun-ya (cinta dunia yang berlebihan), lemahnya iman kepada hari akhir, dan tidak yakin terhadap janji Allah Swt yang ada di dalamnya.

3. Allah Swt menyandingkan derajat Ahlul Qur'an dengan para malaikat atau nabi yang telah diberi wahyu. Adapun yang kemampuan membaca Al-qurannya masih terbata-bata, Allah Swt memberinya dua pahala. Rasulullah Saw bersabda,

" Orang yang mahir berinteraksi dengan Alquran akan bersama para malaikat yang mulia dan taat, sedangkan yang membaca Alquran dengan terbata-bata dan ia merasa sulit, ia mendapatkan dua pahala." (HR Imam Muslim)

Imam Nawawi dalam kitab Syarh Muslim menjelaskan bahwa kata mahir berarti mampu membaca, menghafal, memahami, tadabbur, dan mengamalkan Alquran. Pribadi yang seperti itu sangat diperlukan masyarakat karena akan berfungsi sebagai cahaya pencerah hidup Islami di tengah masyarakatnya. Adapun dua pahala bagi muslim yang bacaannya terbata-bata merupakan himbauan agar ia terus rajin membaca walaupun masih terbata-bata karena Allah Swt tidak akan menyia-nyiakan kesulitan upayanya dalam membaca. Dua pahala baginya bukan berarti legitimasi bagi yang tidak mampu membaca Alquran untuk tidak mengembangkan kemampuannya. Janji itu harus menjadi motivasi yang kuat untuk terus berinteraksi dengan Alquran. Interaksi yang teratur menjamin bacaan seorang muslim yang terbata-bata menjadi lancar. Ingat ungkapan, “ alah bisa oleh biasa." Adapun yang sudah mahir, ia harus berusaha istiqamah bersama Alquran.

4. Ahl al Qur'an adalah orang yang paling berhak menjadi imam dalam solat. Rasulullah Saw bersabda,

" Orang yang berhak menjadi imam adalah orang yang paling banyak interaksinya dengan Alquran. "

Rekomendasi Rasulullah Saw itu bukan semata-mata penghargaan terhadap Ahlul Qur'an, melainkan menunjukkan peran yang harus diutamakan di tengah masyarakat, yaitu peran tarbiyah (pembinaan keimanan) dalam kehidupan masyarakat. Pelaksanaan solat setiap hari di masjid sesungguhnya merupakan kegiatan tarbiyah yang sangat efektif bagi setiap mukmin jika didukung, misalnya, dengan imam yang berkualitas sesuai rekomendasi Rasulullah Saw. Namun, kondisi masyarakat kita saat ini masih jauh dari interaksi Alquran yang tinggi sehingga pelaksanaan solat berjamaah di masjid kehilangan ruh dan atsarnya (dampak). Dengan kondisi seperti itu, ada beberapa kerugian yang dialami umat Islam.

Pertama, umat menjadi tidak terbiasa dengan ayat-ayat Alquran karena selama bertahun-tahun mereka hanya mendengar ayat atau surat yang sama. Hal itu berdampak pada kesulitan mereka membaca atau menghafal Alquran karena jarangnya mereka mendengar ayat-ayat Allah Swt di sekitar mereka.

Kedua, umat kurang merasakan ruh ayat - ayat Alquran sehingga kandungan Alquran tidak sampai dengan baik. Kandungan itu berupa ancaman, himbauan, perintah, atau larangan.

Terakhir, peran Alquran sebagai pedoman hidup kurang tersosialisasi secara intensif. Hal itu berdampak pada banyaknya mutiara Alquran (seperti ayat-ayat tentang mengatur rumah tangga, ekonomi, dan bernegara) yang tidak tersampaikan secara rutin.

5. Ahl alQur'an adalah orang yang selalu mendapat ketenangan, rahmat, naungan malaikat, dan namanya disebut-sebut Allah Swt,

" Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah lalu di antara mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinya kecuali turun kepada mereka ketenangan yang diliputi rahmat, dikelilingi malaikat, dan Allah Swt menyebut nama-nama mereka di sisi makhluk yang ada di dekat-Nya," (HR Imam Muslim)

Mungkin kita bertanya, mengapa sedemikian tinggi penghargaan Allah Swt kepada orang-orang yang mempelajari Alquran, apalagi kepada orang yang mengamalkannya ?

Sesungguhnya penghargaan Allah Swt itu merupakan rangsangan Rabbani agar manusia mau mengamalkan Alquran tanpa merasa berat, Ketika manusia mau mempelajari wahyu-Nya, itu merupakan indikasi keimanannya kepada kebenaran Allah Swt yang mutlak melalui firman-Nya. Sebaliknya, jika keimanannya kepada Allah Swt tipis dan lemah, manusia tidak akan siap melakukan amal apapun yang terkait dengan Alquran. Jangankan disuruh mengamalkan Alquran, sekadar membuka mushaf pun ia enggan melakukannya! Oleh karena itu, pantaslah jika penghargaan tadi diberikan Allah Swt hanya kepada Ahl al-Qur'an. Selanjutnya, kegiatan membaca dan mempelajari Alquran akan menguatkan keimanan sehingga Allah Swt menjadi Zat yang paling dicintai dalam hidupnya. Alquran pun akan menyirami hatinya yang gersang dan menjadikan hati itu lembut serta peka terhadap teguran Allah Swt. Keadaan itulah yang akan mengantarkan manusia kepada kesiapan mengamalkan Alquran di dalam hidupnya.

6. Ahl alQur'an adalah orang yang mendapatkan kebaikan dari Allah Swt

" Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Alquran dan mengajarkan." (HR Imam Bukhari)

Kebaikan berarti keberkahan. Dan hidup yang penuh berkah menurut hadis tadi berarti hidup yang aktif bersama Alquran, bahkan dituntut untuk aktif belajar dan mengajarkannya karena diungkapkan dengan huruf waw dan bukan dengan fa' atau tsumma yang artinya kemudian. ( Menunjukkan belajar dan mengajarkan Alquran sekaligus, bukan belajar dulu hingga menguasai baru mengajarkannya, peny.)

Bagaimana jika kemampuan kita masih terbatas? Ada dua hal yang harus kita perhatikan tentang mengajarkan Alquran.

Pertama, mengajar berarti menyampaikan sehingga secara teknis tidak harus dalam bentuk formal dengan jumlah murid yang banyak. Kepada satu orang saja-anak atau istri-sudah dianggap mengajar Alquran. Untuk itu, jangan pernah berpikir bahwa mengajar berarti harus formal dengan jumlah murid yang banyak sehingga hal itu akan menghambat percepatan pengajaran Alquran di tubuh umat ini.

Semangat mengajar seperti itulah yang dapat mengem ban misi dakwah ke dalam masyarakat. Ingat, sasaran pertama dakwah adalah dimulai dari satu orang. Sabda Rasulullah Saw,

" Sesungguhnya,hidayah Allah yang berikan kepa- da seseorang karena usahamu adalah lebih baik bagimu daripada onta merah (**) “

** Unta merah di zaman Rasulullah Saw adalah kendaraan termahal yang harganya ratusan dinar (mata uang dari emas) dan jauh lebih mahal dibandingkan mobil mewah yang ada di masa sekarang.

Kedua, mengajar Alquran memang harus dengan kemampuan yang optimal. Namun, bagaimana jika di lingkungan kita tidak ada orang yang siap mengajarkan Alquran kecuali kita? Dalam hal itu, kita wajib segera menghapus buta huruf Alquran di lingkungan kita. Ibaratnya, jika tetangga kita kelaparan dan kita tidak memiliki apa-apa kecuali nasi, kita pasti akan memberikan nasi itu dan tidak akan menunggu sampai kita memiliki nasi dengan lauk empat sehat lima sempurna. Begitulah ketentuan bagi orang yang terbatas kemampuannya dalam mengajarkan Alquran kepada umat yang sedang lapar akan hidayah Allah Swt. jadi, kita harus segera turun tangan mengajarkan Alquran. Insya Allah, selama proses belajar dan mengajar itu, setiap kekurangan akan tertutupi dengan sendirinya. Kemampuan tidak akan berhenti, bahkan akan terus meningkat.


FADHA'IL AL QUR'AN DI AKHIRAT

Berikut ini beberapa fadha'il alQur'an di akhirat bagi manusia :

1. Alquran Menjadi Syafaat bagi Manusia yang menjadi Sahabatnya

" Bacalah Alquran karena sesungguhnya ia akan tatang pada Hari Kiamat sebagai syafaat bagi orang-orang yang menjadi sahabatnya (Alquran)." (HR Imam Bukhari)

Membaca merupakan langkah pertama membangun persahabatan kita dengan Alquran. Membaca Alquran membangun cinta kalamullah dan kecintaan itu akan memotivasi kita untuk lebih memahami, merenungi, mengamalkan, dan memperjuangkan Alquran sehingga wahyu Allah Swt menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari diri kita.

Saya-penulis-yakin kondisi persahabatan seperti itulah yang dimaksudkan nasehat Rasulullah Saw itu. Terbukti kondisi seperti itu yang dicontohkan Rasulullah Saw, para sahabat, dan semua salafush shalih. Untuk itu, janganlah meremehkan satu langkah awal dalam berinteraksi dengan Alquran seperti halnya tidak boleh kita merasa puas hanya dengan satu interaksi, misalnya hanya tertarik membaca Alquran tanpa tergugah untuk lebih menyelaminya.

Hadis itu pun mengingatkan kita tentang manfaat Alquran yang tidak hanya di dunia, tetapi di akhirat juga karena Rasulullah Saw mengangkat isu tentang pentingnya pertolongan pada hari kiamat. Alquran sendiri dengan luas menjelaskan suasana kehidupan akhirat mulai dari Hari Kiamat, kebangkitan, sampai ganjaran di surga dan neraka. Hadis tadi pun memiliki korelasi yang kuat dengan ayat-ayat Alquran dengan menjanjikan pertolongan melalui syafaat Alquran bagi siapa saja yang bersahabat dengannya.

2. Alquran Menjadi Pembela bagi Manusia saat Menghadapi Pengadilan Allah Swt

Dari Nazvwas bin Sam' an Ra, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, ' Pada hari Qiamat, didatangkan Alquran dan ahlinya, yaitu orang-orang yang dulu mengamalkannya di dunia. Sural al Baqarah dan Ali Imron pun maju mendampingi dan membelanya." (HR Imam Muslim)

Hadits ini sangat banyak memuat pesan-pesan keimanan terhadap hari akhirat. Bagi seorang muslim, tidak ada pilihan lain kecuali yakin sepenuhnya terhadap penjelasan Rasulullah Saw bahwa Alquran akan menjadi makhluk yang berperan seperti manusia ia dan dapat diperintahkan untuk datang, maju ke depan, bahkan membela manusia dengan gigih bagaikan seorang pengacara profesional. Itu langkah awal yang harus ada dalam diri kita ketika membaca hadits Rasulullah Saw itu. Tanpa sikap itu, iman kita menjadi batal karena berarti menolak kerasulan Muhammad Saw yang pasti benar dalam ucapannya. Tanpa sikap itu pula, kita tidak akan termotivasi untuk berinteraksi dengan Alquran seperti kandungan hadis itu.

Hadis itu secara tidak langsung memberitahu juga bahwa tidak semua manusia mendapat pembelaan dari Alquran. Hadits Rasulullah Saw itu hanya meliputi manusla yang di dunianya betul-betul mengamalkan Alquran. Itu berarti komitmen terhadap Alquran tidak cukup hanya dengan komitmen lisan seperti tilawah, menghafal, dan mengkajinya, tetapi butuh pula komitmen badan dan hati yang harus bergerak sesuai dengan tuntutan Alquran. Misalnya, berinfak jika Alquran menyuruhnya berinfak, berjihad jika Alquran menyuruhnya berjihad, dan melakukan perintah lainnya. Dua komitmen itulah yang akan menjadikan manusia dibela Alquran di pengadilan Allah Swt yang saat itu tidak ada pengacara, ternan dekat, atau siapa pun yang dapat membela manusia.

3. Alquran Mengangkat Kedudukan Manusia di Surga

Dari Abdullah bin' Amr bin' Ash Ra, dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda, " Dikatakan kepada Shahib Alquran, ' Bacalah dan naiklah dan nikmatilah seperti halnya kamu menikmati bacaan Alquranmu di dunia ! Sesungguhnya, kedudukanmu ada di akhir ayat yang kamu baca." (HR Imam Abu Dawud dan Imam Turmudzi)

Sekali lagi Rasulullah Saw mengingatkan kita bahwa keutamaan Alquran di akhirat ada di balik persahabatan manusia dengannya sehingga mereka yang mendapatkan kemuliaan dari Alquran disebut dengan Shahib. Di hadis itu, Shahib Alquran akan tetap menikmati kembali lantunan ayat-ayat Alquran di saat tidak ada lagi mush-haf untuk membaca Alquran.

Hal ini mengingatkan kita pada kisah-kisah orang-orang beriman saat sakaratu/ maut. Pada umumnya, orang-orang yang sangat dekat dengan Alquran pada saat-saat itu selalu melantunkan ayat-ayat Alquran dengan fashih dan indah seakan mereka masih sehat dan jauh dari kematian.

Begitulah mukjizat Alquran yang selalu ingin bersama sahabatnya di saat yang pada umumnya manusia tidak mungkin lagi mengingat Alquran. jadi, hadis itu sangat logis jika terjadi pada manusia. Bahkan kejadian itu akan mengantarkan manusia pada tingkatan surga yang sesuai dengan banyaknya ayat Alquran yang ia hafal.

4. Alquran Sumber Pahala bagi Orang yang Beriman

Rasulullah Saw bersabda, " Siapa saja yang membaca satu huruf.Alquran, baginya satu kebaikan. Satu kebaikan akan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan bahwa alif-lam-mim itu satu huuf, melainkan alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf " (HR Imam Turmudzi deiigan sanad hadis hasan sahih)

Keimanan kita kepada akhirat mengharuskan kita meyakini janji pahala dan hukuman Allah Swt. jadi siapa pun yang yakin dengan hadis itu akan memiliki motivasi yang tinggi dalam hidup bersama Alquran dengan memperbanyak tilawah bahkan menghafalnya agar terjadi pengulangan tilawah yang sangat besar. Tanpa keyakinan itu manusia pun tidak akan kuat menyibukkan dirinya dengan Alquran, apalagi jika terus berlangsung sampai akhir hayatnya. Sungguh rugi orang yang hidupnya jauh dari Alquran karena tertutup baginya kesempatan mendapatkan limpahan pahala yang sangat besar dari Allah Swt melalui Alquran. Dari hadis itu pula kita dapat merasakan luasnya rahmat.Allah Swt kepada orarg mukmin. Bayangkan jika Allah tidak menurunkan Alquran atau mencabutnya seperti ancaman-Nya. (QS al-lsra'; 86-87)

5. Alquran Mengangkat Derajat Orangtua di Akhirat bagi Orangtua yang Berhasil Mendidik Anaknya dengan Alquran.

“ Siapa saja yang belajar Alquran dan mengamalkannya, pada hari kiamat (Allah Swt) akan memberikan kepada kedua orangtuanya mahkota yang cahayanya lebih indah dari cahaya matahari. Kedua orangtua itu akan berkata, “ Mengapa kami diberi (mahkota) ini ?” Dijawablah, ' Itu karena anakmu telah mempelajari Alquran. “ (HR Imam Abu Dazuud, Imam Ahmad, dan Imam Ibnu Hakim)

Hadits itu menunjukkan bahwa Alquran adalah sumber kemuliaan. Siapa saja yang berinteraksi dengannya akan dimuliakan Allah Swt. Bahkan orangtua yang mengajarkan Alquran kepada anaknya pun dimuliakan Allah Swt. Sebaliknya, siapa saja yang menjauhkan dirinya dari Alquran akan direndahkan Allah Swt secara pribadi maupun secara jama’i. Dalam kenyataan sejarahnya, umat Islam adalah Umat yang paling mulia di muka Bumi ini bersama Al-Quran. Sebaliknya, umat Islampun adalah umat yang sangat terhina karena meninggalkan Al-qur’an.

Download sinopsis buku Tarbiyah Syakhsiyah Qur’aniyah

Ya Allah

Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta pada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan (QS. Ar-Rahman: 29)

Ketika laut bergemuruh, ombak menggunung, dan angin bertiup kencang menerjang, semua penumpang kapal akan panik dan menyeru, "Ya Allah!"

Ketika seseorang tersesat di tengah gurun pasir; kendaraan menyimpang jauh dari jalurnya; dan para kafilah bingung menentukan arah perjalanannya, mereka akan menyeru, "Ya Allah!"

Ketika musibah menimpa, bencana melanda, dan tragedi terjadi, mereka yang tertimpa akan selalu berseru, "Ya Allah!"

Ketika pintu-pintu permintaan telah tertutup, dan tabir-tabir permohonan digeraikan, orang-orang mendesah, "Ya Allah!"

Ketika semua cara tak mampu menyelesaikan, setiap jalan terasa menyempit, harapan terputus, dan semua jalan pintas membuntu, mereka pun menyeru, "Ya Allah!"

Ketika bumi terasa menyempit dikarenakan himpitan persoalan hidup dan jiwa serasa seolah tertekan oleh beban berat kehidupan yang harus Anda pikul, menyerulah, "Ya Allah!"

Kuingat Engkau saat alam begitu gelap gulita,
dan wajah zaman berlumuran debu hitam
Kusebut nama-Mu dengan lantang di saat fajar menjelang,
dan fajar pun merekah seraya menebar senyuman indah

Setiap ucapan baik, doa yang tulus, rintihan yang jujur, air mata yang menetes penuh keikhlasan, dan semua keluhan yang menggundah-gulanakan hati adalah hanya pantas ditujukan ke hadirat-Nya.

Setiap dini hari menjelang, tengadahkan kedua telapak tangan, julurkan lengan penuh harap, dan arahkan terus tatapan matamu ke arah-Nya untuk memohon pertolongan! Ketika lidah bergerak, tak lain hanya untuk menyebut, mengingat dan berdzikir dengan nama-Nya. Dengan begitu, hati akan tenang, jiwa akan damai, syaraf tak lagi menegang, dan iman kembali berkobar-kobar. Demikianlah, dengan selalu menyebut nama-Nya, keyakinan akan semakin kokoh. Karena,

Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya. (QS. Asy-Syu'ara’: 19)

Allah : Nama yang paling bagus, susunan huruf yang paling indah, ungkapan yang paling tulus, dan kata yang sangat berharga.

Apakah kamu tahu ada sesearang yang sama dengan Dia (yang patut disembah) ? (QS. Maryam: 65)

Allah : milik-Nya semua kekayaan, keabadian, kekuatan, pertolongan, kemuliaan, kemampuan, dan hikmah.

Milik siapakah kerajaan pada hari ini? Milik Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (QS. Ghafir: 16)

Allah : dari-Nya semua kasih sayang, perhatian, pertolongan, bantuan, cinta dan kebaikan.

Dan, apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). (QS. An-Nahl: 53)

Allah : pemilik segala keagungan, kemuliaan, kekuatan dan keperkasaan.

Betapapun kulukiskan keagungan-Mu dengan deretan huruf,
Kekudusan-Mu tetap meliputi semua arwah
Engkau tetap Yang Maha Agung, sedang semua makna,
akan lebur, mencair, di tengah keagungan-Mu, wahai Rabbku

Ya Allah, gantikanlah kepedihan ini dengan kesenangan, jadikan kesedihan itu awal kebahagian, dan sirnakan rasa takut ini menjadi rasa tentram. Ya Allah, dinginkan panasnya kalbu dengan salju keyakinan, dan padamkan bara jiwa dengan air keimanan.

Wahai Rabb, anugerahkan pada mata yang tak dapat terpejam ini rasa kantuk dari-Mu yang menentramkan, tuangkan dalam jiwa yang bergolak ini kedamaian, dan ganjarlah dengan kemenangan yang nyata. Wahai Rabb, tunjukkanlah pandangan yang kebingungan ini kepada cahaya-Mu, bimbinglah sesatnya perjalanan ini ke arah jalan-Mu yang lurus, dan tuntunlah orang-orang yang menyimpang dari jalan-Mu merapat ke hidayah-Mu!

Ya Allah, sirnakan keraguan terhadap fajar yang pasti datang dan memancar terang, dan hancurkan perasaan yang jahat dengan secercah sinar kebenaran. Hempaskan semua tipu daya syetan dengan bantuan bala tentara-Mu!

Ya Allah, sirnakan dari kami rasa sedih dan duka, dan usirlah kegundahan dari jiwa kami semua!

Kami berlindung kepada-Mu dari setiap rasa takut yang mendera, hanya kepada-Mu kami bersandar dan bertawakal, hanya kepada-Mu kami memohon, dan hanya dariMu lah semua pertolongan. Cukuplah Engkau sebagai Pelindung kami, karena Engkaulah sebaik-baik Pelindung dan Penolong.

Sumber : Laa Tahzan (Jangan Bersedih) - Aidh al-Qarni

Ya Syaikh ... Kemewahan Bukan Cita-Cita Kami !

Mukadimah

Dalam sebuah perjalanan kami bersama beberapa Ikhwah, ada perbincangan menarik. Salah seorang Al Akh bertanya, akhi, berapa penghasilan Antum sebulan dari mengajar? Ikhwah tersebut tersenyum dan malu menjawabnya. Namun, ketika ditanya lagi dengan nada bergurau, ia pun menjawab, 150 ribu sebulan. Inilah ikhwah kita, kader da’wah yang memiliki banyak kelompok halaqah. Ada lagi, Ikhwah yang pernah kami temui, ia aktifis dan banyak amanah Da’wah yang dia emban. Ia hanya berpenghasilan tidak sampai 300 ribu rupiah dari membuat minuman penghangat badan, wedang jahe.

Itulah ikhwah kita, mereka hidup dipelosok. Namun, kami kira mereka juga ada disekitar kita, saudara kita di halaqah, di wilayah da’wah kita, bahkan ia mungkin kita sendiri. Tetapi mereka tidak mengeluh, tidak lemah, dan Allah Ta’ala mencintai orang-orang yang sabar.

Syahdan,di kota besar ada pula ikhwah daiyah yang hidupnya lebih dari cukup, bahkan sangat-sangat lebih. Itu baik dan tidak masalah. Namun, jadi masalah jika ia mengiklankan kemewahan, menyeru orang kepadanya, memberikan ilustrasi keunggulan mewah, bukan sekedar bercerita kekayaan. Ia menghiasi dengan berbagai dalil dan alasan yang dipaksakan untuk melegitimasi pemikiran dan perilakunya sendiri. Membicarakan pentingnya kekayaan, harta, kemewahan, dengan alasan maslahat da’wah dan sebagainya, karena ia sudah merasakannya. Lalu, kemana dahulu ketika keadaannya belum seperti sekarang? Kenapa maslahat-maslahat itu baru dibicarakan saat ini ? Apakah dibicarakan untuk pledoi ? Apa ia tidak pernah tahu kondisi ikhwah lain yang serba sulit? Atau memang tidak mau tahu?

Tak usah ajarkan kami, kami sudah mengetahui harta memang urgen. Kaya memang penting. Mayoritas para sahabat yang mubasyiruna bil jannah (dikabarkan akan masuk surga)adalah orang-orang kaya. Orang kaya yang bersyukur lebih utama dari orang miskin bersabar. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pun berdoa berlindung dari kekafiran dan kefaqiran. Dan, kami pun tetap bekerja untuk menafkahi anak dan istri kami ... Alangkah baiknya jika kami tetap diajarkan oleh dai itu - bagaimana menjadi hamba yang shalih, hamba yang bersyukur terhadap kekayaan, bersabar atas kesulitan, berjihad, istiqamah, dan ilmu-ilmu bermanfaat lainnya untuk agama dan dunia kami, agar kami menjadi pribadi yang apa adanya menurut Al Quran dan As Sunnah, bukan pribadi yang seharusnya menurut keadaan dan status sosial. Dan, tidak usah menyesali jika dahulu kami lupa diajarkan tentang masalah kekayaan dalam silabus tarbiyah kami, karena hakikat kekayaan adalah kaya jiwa.

Inilah keyakinan dari keimanan kepada Allah Ta’ala , dan pemahaman terhadap harta secara sehat, dan jangan memaksakan pemahaman yang asing dalam sejarah da’wah dan tarbiyah.

Tetapi Ya Syaikh ..., kaya bukanlah mewah, walau ia bersumber dari satu hal yang sama yakni harta, tetapi ia berbeda secara nilai yakni mentalitas. Mentalitas aji mumpung; mumpung ada, mumpung menjabat, mumpung dekat dengan orang kaya, mumpung di atas, mumpung punya binaan kalangan menengah ke atas. Tak ada kamus aji mumpung dalam kehidupan teladan kami, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ia memegang kunci-kunci kekayaan, jika ia mau mudah sekali mendapatkannya. Tetapi, ia amat sederhana. Para sahabat, memang kaya, tapi adakah kita mendengar mereka mengiklankan kemewahan, dan berleha-leha ketika ada saudaranya kesulitan? Justru mereka menampakkan kesederhanaan dan kesahajaan. Mereka tahu perasaan sahabat nabi lainnya. Ya .. mereka tahu perasaan manusia ..

Khadijah seorang wanita kaya, ia saudagar wanita, ketika nikah dengan Rasulullah ia menjadi sederhana. Kekayaannya ia habiskan untuk perjuangan suaminya, bukan dihabiskan untuk menikmati kenikmatan hidup. Jangan sekedar melihat besarnya mahar ketika mereka berdua nikah, tetapi lihatlah buat apa dan dikemanakan mahar tersebut, apakah mahar tersebut merubah Rasulullah menjadi laki-laki yang mewah? Tidak! Terlalu naif membicarakan kemewahan hanya melihat dari ukuran mahar pernikahan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Khadijah Radhiallahu Anha .

Umar bin Abdul Aziz ia seorang kaya, ketika menjadi khalifah justru ia tinggalkan kekayaannya. Tetapi, kewibawaan mereka sama sekali tidak berkurang, justru melambung tinggi, karena Allah Ta’ala telah muliakan mereka. Kemana contoh-contoh ini ?

Untuk contoh masa sekarang adalah Usamah bin Ladin setuju atau tidak dengan ideology dan segala upaya jihadnya ia adalah seorang kaya raya, bahkan sangat kaya, kalau dia mau bisa saja CNN dibelinya. Tapi, dia hidup amat sederhana, makan seadanya, dia serahkan kekayaannya untuk membiayai perjuangannya. Bukan mencari kekayaan dari perjuangan, bukan mencari biaya hidup dari perjuangan.

Itulah letak kewibawaan. Rasulullah dan para sahabat adalah teladan kita, qudwah hasanah kita ... selamanya. Kami tidak butuh teladan yang lain, walau ia berilmu, senior da’wah, tetapi ...alhamdulillah, kami tidak pernah silau dengan istilah, gelar, dan pujian manusia yang sehaluan dengannya. Walau kami sangat menghargai dan menghormati peran dan kontribusi da’wah yang telah mereka lalui demikian panjang.

Kesederhanaan Adalah Izzah

Ada sudut pandang simplistis yang biasa dilontarkan oleh manusia yang berideologi kekayaan dan kemewahan. Sudut pandang kesetaraan status dan kepantasan lingkungan, agar penerimaan dirinya dilingkungan yang baru, bisa diterima dengan baik. Sudut pandang materialis kapitalis ini, satu-dua contoh kasus bisa saja benar, bahwa jika Anda bergaul dengan kalangan jet set tetapi ketika menghadap mereka dengan "hanya" motor bebek atau mobil seken , lalu Anda kurang dianggap, kurang "berharga" dimata mereka. Bisa saja itu terjadi, dan bisa pula itu perasaan dan sugesti saja. Jangan pernah memandang bahwa kesulitan hidup, adalah biang keladi segala masalah kita para da’i dan umat Islam saat ini. Tak ada manusia satu pun yang ingin susah dan miskin, tetapi jangan pula menganggap kekayaan adalah solusi jitu, yang akhirnya harus dikejar-kejar dan diserukan secara demonstratif,karena taqwa dan keshalihan itulah solusi, sedangkan kekayaan adalah penunjang atau bisa juga fitnah.

Kenapa contoh keserhanaan Abu Dzar, kewaraâ’an Abu Bakar, kezuhudan Umar, kedermawanan Utsman, dan kesulitan hidup Ali, tidak menjadi sudut pandang kita. Apa yang mereka alami ini tidaklah meluluhkan wibawa mereka di depan Al Khaliq dan makhluk. Justru semakin melambung tinggi dan nama mereka tercatat abadi dalam konfigurasi sejarah manusia-manusiapilihan. Itu mereka dapatkan bukan karena kekayaan dan kemewahan, tetapi keikhlasan, kesederhanaan, dan pengorbanan mereka.

Benarlah yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam bersabda: “Sesungguhnya, kalian tidak akan mampu menguasai manusia dengan harta kalian, tetapi kalian bisa menguasai mereka dengan wajah yang bersahaja dan akhlak yang baik.” (HR. Abu Ya’la, dishahihkan Al Hakim, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Kitab Al jami’, Bab Targhib fi Makarimil Akhlaq, hal. 287. Hadits no. 1341. Cet 1, 2004m/1425H. Darul Kutub Al Islamiyah)

Kesederhanaan para da’i di lingkungan yang "tidak sederhana" adalah hal yang istimewa, ia nampak tidak tergoda dunia, walau dunia mengejarnya. Ia nampak mampu mengendalikan dunia, dunia ada ditangannya bukan dihatinya. Jika ia anggota dewan, pejabat, petinggi Partai Da’wah, dahulunya ia da’i yang sederhana, dan ia tetap sederhana di lingkungan yang “tidak sederhana”, maka ia seperti cahaya di tengah kegelapan, ia seperti keteladanan di zaman yang minim keteladanan.

Insya Allah, Allah akan mencintainya, dan manusia pun mengaguminya. Inilah sudut pandang yang seharusnya ... Syaikh! Bukan justru latah, ikut-ikutan, dan menjadi norak , sehingga menjadi tak ada bedanya dengan hamba dunia yang dahulu pernah kita benci, paling tidak beti (beda-beda tipis) dengan mereka.

Dari Sahl bin Sa’ad Radhiallahu ‘Anhu dia berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Salam , dia berkata: “Wahai Rasulullah tunjukkanlah kepadaku jika aku lakukan maka Allah dan manusia akan mencintaiku. Maka Ia bersabda: Zuhudlah di dunia niscaya Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa-apa yang ada pada manusia, niscaya manusia akan mencintaimu. (HR. Ibnu Majah, sanadnya hasan. Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Kitab al Jami Bab Zuhd wal Wara’ , hal. 277. Hadits no. 1285. Cet 1, 2004M/1425H. Darul Kutub Al Islamiyah)

Akan Dibangkitkan Sesuai Niatnya

Da’wah ni telah diramaikan oleh beragam manusia; tipe, kecenderungan, skill, ebiasaan, sifat, dan niatnya. Faktor niat inilah yang akan mengendalikan dan mengarahkan masing-masing da’i, bahkan yang menentukan masa depan mereka di akhirat. Mereka sama-sama berjuang, sama-sama lelah, tapi mereka akan ibangkitkan di akhirat sesuai niatnya masing-masing. Ada yang niat dunia seperti ketenaran, popularitas, kekayaan, jabatan, wanita, walau ini mampu disembunyikan dengan sangat rapi didunia, berbungkus da’wah dan berhasil mengelabui banyak manusia, tetapi akan tersingkap di akhirat. Semoga llah Ta’ala merahmati dan memberikan balasan yang lebih baik bagi da’i-da’i akhirat, yang hanya mengharapkan Allah Ta’ala dan ketinggian agamaNya.

Dari ˜Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam bersabda: “Akan ada tentara yang menyerang Ka’bah, akan tetapi etika mereka sampai di sebuah lapangan, tiba-tiba mereka semua dibinasakan, dari awal sampai akhirnya”. Aisyah bertanya: “Ya Rasulullah, bagaimanakah dibinasakan semua, padahal di antara mereka ada orang-orang yang tidak ikut-ikutan seperti mereka, yaitu orang-orang ang di pasar dan lain-lain?” Rasulullah menjawab: Mereka dibinasakan semua, lalu dibangkitkan menurut niat masing-masing.” (HR. Bukhari- Muslim, lafaz ini menurut Bukhari. Riyadhus Shalihin, Bab Al ikhlas wa Ihdhar an Niyah , hadits no. 2. Maktabatul Iman, Manshurah)

Jadi, amal akhirat manusia, seperti da’wah dan jihad menjadi hal yang sia-sia jika niatnya adalah dunia.
Dalam riwayat lain, dari Ubai bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu , bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Barang siapa yang beramal akhirat dengan tujuan dunia, maka dia tidak mendapatkan bagian di akhirat.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Al hakim dan Al Baihaqi. Al Hakim berkata: sanadnya shahih, dan disepakati Adz Dzahabi. Al Haitsami mengatakan hadits ini diriwayatkan Ahmad dan anaknya dari beberapa jalur, dan para perawi Ahmad adalah perawi shahih, Majma’uz Zawaid 10/220)

Kami Tidak Mengharamkan Perhiasan Yang halal dari Allah!

Jika ada yang menyangka, ini adalah sikap sok suci, sok tidak butuh kekayaan, apalagi disebut iri, maka ia amat keliru. Kami meyakini, setelah iman yang mendalam dan amal yang terus-menerus, maka da’wah membutuhkan kekuatan, di antara kekuatan yang urgen hari ini adalah dana. Tentunya, orang yang tidak memiliki harta tidak bisa memberikan kekayaan. Bertemunya keimanan dan kekayaan, akan membentuk pribadi yang dermawan.
Namun yang menjadi tema dan sorotan kami adalah gaya hidup para da’i yang mengalami shock budaya, OKB, Orang Kaya Baru, lalu dia demonstratif dalam hal itu. Dia lupa bahwa dirinya berada di lingkungan da’wah, dan para ikhwah yang kebanyakan “tidak seberuntung dia”. Para Ikhwah yang hidupnya kembang kempis.
Bergesernya orientasi da’wah ilallah menjadi da’wah “Road to Senayan”, “Road to Kekayaan”, inilah yang harus disorot dan diwaspadai. Sesungguhnya, peringatan itu bermanfaat buat orang-orang beriman. Namun bagi yang sulit menerima nasihat, hatinya kesat, maka kami katakan:

Berpestalah ...
Bersenang-senanglah...
Dan lakukan semua kehendakmu ....
Anda bebas saudaraku...
Tetapi, pesta pasti berakhir itu pasti ....
Kami juga meyakini, bahwa secara nilai normatif, banyak yang lebih faham dari kami tentang ini, lebih faqih, lebih berpengalaman, lebih cerdas, lebih pandai, lebih tahu masalah, pokoknya segalanya di atas kami ....

Tetapi, yang kami (para kader da’wah) minta adalah jangan ajarkan kami kemewahan, sebab itu bukan cita-cita, obsesi, dan ambisi kami ... jangan contohkan kami perilaku yang dahulunya sama-sama kita benci, sebab itu kabura maqtan ... dan jangan paksa kami untuk mengikuti jejak perilaku dan pemikiran yang Anda iklankan ....

Semoga hidayah dan bimbingan Allah Ta’ala selalu menyertai kita semua .. Amin

Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), Maka kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.(QS. Al Isra’ : 18-19)

Wallahu Alam wa lIllahil Izzah

Oleh : Ust. Faid Nu'man

Presiden SBY : Pemerintah Akui Jasa Besar Soeharto

Karanganyar,28/1 (Pinmas) --Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas nama pemerintah mengakui jasa besar H. Muhammad Soeharto, baik dalam masa perjuangan maupun selama memimpin Indonesia. Presiden Yudhoyono mengemukakan hal itu saat memberikan sambutan pada upacara pemakaman mantan Presiden Soeharto di Astana Giribangun, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Senin, yang dihadiri pejabat pemerintah, perwakilan negara-negara sahabat, dan masyarakat.
Presiden menyebutkan, sepanjang hidup almarhum diabdikan untuk kepentingan bangsa dan negara. Pada tahun 1945-1949, Pak Harto berjuang mengusir penjajah untuk menegakkan kembali kedaulatan bangsa dan negara yang saat itu masih berusia muda.

Kemudian, pada 1 Maret 1949, almarhum juga memimpin Serangan Oemoem dan berhasil menduduki kembali Ibu Kota Yogaykarta. Tahun 1962, almarhum juga bertindak sebagai Panglima Komando Mandala yang diakui berhasil dari sisi diplomasi dan militer.

Tiga tahun kemudian tepatnya 1965, Pak Harto berhasil menyelamatkan bangsa dan negara sekaligus memulihkan keamanan dan ketertiban dari Gerakan 30 September.

Sejak menjadi pemimpin Indonesia pada 27 Maret 1968, Pak Harto gigih melakukan pembangunan nasional dengan meletakkan konsep Trilogi Pembangunan yang menekankan pada stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan.

Dengan segala kejujuran dan hati yang bersih, kata Presiden, pemerintah mengakui banyak jasa yang diberikan Pak Harto kepada bangsa dan negara selama hidup.

"Sebagai bangsa yang berjiwa besar, pemerintah mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tinggi kepada almarhum," katanya.

Sebagai manusia, Pak Harto tidak luput dari kekurangan dan kekhilafan karena sudah semestinya seluruh bangsa Indonesia memaafkan dan mendoakannya. "Selamat jalan Bapak Pembangunan," kata Presiden.

Jenderal Besar (Purn) TNI Soeharto selama masa hidupnya telah menerima 27 tanda penghormatan dari dalam negeri, 38 tanda penghormatan dari luar negeri, dan tujuh dari badan dunia.


Permohonan Tutut

Sementara itu, mewakili keluarga Pak Harto, Siti Hardijanti Indra Rukmana atau Mbak Tutut mengatakan, sesuai dengan keinginan almarhum, Pak Harto memang ingin dimakamkan di samping istri tercinta Siti Hartinah (Ibu Tien) yang sebelumnya dimakamkan di Astana Giribangun.

Tutut dengan suara parau mengenang Pak Harto sebagai ayah, eyang, buyut yang menyayangi anak, cucu, dan cicitnya. Beliau, katanya, juga sebagai teman yang akrab sekaligus menjadi guru dan teladan bagi putra-putrinya.

"Bapak ibu sekalian, maafkan segala kesalahan almarhum. Selamat Jalan Bapak, doa kami selalu menyertaimu," ucap Mbak Tutut, sambil terisak ketika mengakhiri sambutan keluarga Pak Harto.

Seluruh keluarga besar Soeharto hadir dalam pemakaman, yaitu Sigit Hardjoyudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Herijati Heriaty, Hutomo Mandala Putra, dan Siti Hutami Endang Adiningsih, serta cucu, dan cicitnya.(ant/ts)

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM STANDAR NASIONAL

Penulis: Dr. Hasbi Indra, MA

Menjadi guru adalah pilihan yang terbaik dalam posisi sosial seseorang. Guru memang pahlawan tanpa jasa; guru digugu dan ditiru. Posisi guru di masa reformasi ini telah diberikan perhatian yang cukup lumayan, karena aspirasi guru secara tertulis diakomodasi dalam UU Guru dan Dosen No. 14.
Secara tertulis untuk bentuk perhatian terhadap guru terutama dalam kaitan kesejahteraan guru telah ada, namun realisasinya memerlukan waktu dan membaiknya ekonomi nasional. Kelak menjadi guru adalah pilihan utama dari profesi lainnya.

Kalau saja bangsa ini sejak awal kemerdekaan menjadikan pendidikan sebagai “panglima” dalam pembangunan atau dalam kalimat yang lunak menjadikannya sebagai prioritas selain bidang politik, ekonomi, maka nasib bangsa hari ini akan berkata lain. Diharapkan ke depan tidak lagi mengalami setback, keberpihakan kepada guru bukan hanya basa basi (lipservice), tetapi karena belajar dari kesalahan prioritas pembangunan selama beberapa dekade yang lalu.

Dari sejak dulu, di masa Yunani kuno sang filosof seperti Plato dikatakan Guru Utama. Para penguasa sejak masa itu mengundang dan menghadirkan guru di istananya untuk mencerdaskan sang Raja dan keluarga istana. Karena dengan cerdasnya Raja dan keluarga istana langkah mereka berikutnya akan mencerdaskan rakyat. Tidak ada bangsa yang maju terlepas dari peran guru yang mengantarkannya.

Akan tetapi seringkali sang penguasa yang telah dicerdaskan oleh guru melupakan nasib para gurunya. Bapak-bapak bangsa yang mampu berbicara dan menjadi tokoh nasional dan merumuskan konsep berbangsa setelah merdeka segera melupakan nasib gurunya. Belajar dari kegagalan bangsa dan terpuruk menjadi bangsa yang disepelekan sekarang ini, diharapkan pemimpin bangsa jangan lagi melupakan guru-gurunya. Sang murid telah menjadi para penguasa, dan pengusaha yang hidup dalam kemewahan yang luar biasa. Pikirkan sang guru yang membentuknya dirinya menjadi orang yang berhasil. Bila ada kata durhaka di sini, maka kita sebenarnya telah durhaka kepada sang guru selama ini.

Namun, terlepas dari adanya bentuk perhatian atau tidak, posisi guru sangat agung di mata Sang Khalik. Sebagai orang beragama, termasuk juga yang ditugaskan dalam bidang PAI, peluang kemuliaan di dalam pandangan Allah SWT., tetap terjamin. Dalam konsep Islam jalan menuju ke pahala atau surga bukan hanya dalam perilaku ibadah shalat, puasa, haji dan zakat. Dalam konsep Islam, begitu luas untuk merengkuh pahala atau keridaan Tuhan. Di tengah kebanyakan umat Islam yang secara tidak sadar, tidak lagi memandang perilaku sosial lain tidak dalam kerangka ibadah, maka profesi guru merupakan ladang ibadah yang sangat berharga untuk dibiarkan. Malaikat, senantiasa mencatat niat, yang kemudian diimplementasikan dalam bentuk memikirkan dan melaksanakan cita-cita pendidikan menjadi amal untuk sepanjang masa. Inilah ladang yang disebut JIHAD yang sesungguhnya; jihad Akbar yang dikategorikan Nabi setelah beliau memenangkan perang, jihad melawan hawa nafsu. Coba kita bayangkan sepanjang masa pengabdiannya, guru telah berhasil melawan hawa nafsunya dalam bentuk menjaga perilaku yang baik sehingga menjadi contoh anak didik. Jihad melawan nafsu kemalasan untuk memberikan ilmu yang terbaik kepada anak didik dan jihad dalam kehidupan yang sederhana di tengah kehidupan bangsa yang serba materialistik.

Dalam konteks Pendidikan Agama Islam (PAI), guru berada di garda terdepan. Guru diberi tugas untuk mengembangkan Standar Isi kurikulum. Pengalaman yang selama ini bergulat dengan anak didik menjadi modal utamanya dalam mengimplementasikan semangat Standar Isi ini. Di tengah persyaratan formal sebagai standar minimal seperti stratifikasi guru dalam bentuk sebuah ijazah sesuatu yang perlu dipenuhi. Tetapi, selembar ijazah belum cukup menjamin keberhasilan dalam membawa misi Standar Isi PAI. Sikap keingintahuan terhadap segala hal, melakukan langkah-langkah yang kreatif serta tidak kenal menyerah dan putus asa menghadapi kendala di lapangan sangat diperlukan. Guru harus berusaha menjadi guru ideal, di samping menjadi contoh moralitas yang baik, diharapkan ia memiliki wawasan keilmuan yang luas sehinga materi PAI dapat ditinjau dari berbagai disiplin keilmuan yang lain. Memahami psikologi anak didik sangat diperlukan pula. Belajar PAI di sekolah bagi anak didik bukan saja belajar tentang yang boleh dan tidak boleh, tetapi mereka belajar adanya pilihan nilai yang sesuai dengan perkembangan anak didik. Guru dalam mentransfer nilai tidak hanya diberikan dalam bentuk ceramah, tetapi juga terkadang dalam bentuk membaca puisi, bernyanyi, mendongeng dan bentuk lainnya, sehingga suasana belajar tidak monoton dan terasa menyenangkan. Guru, tidak cukup menyampaikan istilah-istilah Arab kepada anak didik, atau memiliki kemampuan bahasa Arab, tetapi juga diperlukan kemampuannya dalam bahasa Inggris, sehingga kesan guru sebagai kaum yang dimarginalisasi dan hanya bisa menyampaikan ini halal dan ini haram berkurang. Kemudian Guru PAI diharapkan mengikuti perkembangan metode pembelajaran mutakhir untuk menggunakan media teknologi informasi dalam pembelajarannya. Melalui alat teknologi ini, pembelajaran yang efisien dapat dicapai. Dengan demikian, Standar Isi yang komprehensif dan implementatif belumlah cukup, tetapi juga memerlukan guru-guru yang memiliki kriteria-kriteria di atas.

*(Kasubdit Kurikulum dan Evaluasi Dit.PAIS, Depag RI)

Kaliurang, Maret 2007

PENGAMALAN BUDAYA AGAMA (RELIGIOUS CULTURE) DI SEKOLAH UMUM

Penulis: Drs. Masykuri, M.Pd
Thursday, 06 September 2007
Penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah umum merupakan bentuk penjabaran dari amanat Undang-Undang nomor 2 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Hal ini secara jelas dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia sebagai bagian dari tujuan pendidikan nasional seperti tersebut di atas perlu wahana dan proses yang memungkinkan peserta didik memiliki iman, takwa, dan akhlak mulia.
Wahana pembentukan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia perlu dilakukan melalui pendidikan agama Islam di sekolah. Proses ini berlangsung secara terus menerus dari mulai pendidikan usia dini (PAUD) sampai pendidikan tinggi.
Sebagai penjabaran dari tujuan pendidikan nasional, pemerintah melalui peraturan menteri pendidikan nasional nomor 23 tahun 2006 tentang standar isi, menyatakan bahwa pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan : Pertama, menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanannya dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Kedua, mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin ibadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan, secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
Secara formal, peraturan perundang-undangan yang ada sudah memadai untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia, namun dalam pelaksanaannya masih menuai kritik dari masyarakat yaitu bahwa pendidikan agama Islam di sekolah selama ini dinilai hanya membekali peserta didik ilmu pengetahuan agama saja (kognitif) kurang memberikan penekanan pada aspek pengamalan (afektif dan psikomototik).
Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia bukanlah tugas yang ringan dan sederhana. Karena itu merupakan tugas bersama antara pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat.
Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah melalui pembelajaran di kelas dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran setiap minggunya tidaklah cukup untuk membekali siswa menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Oleh karena itu, perlu upaya-upaya lain yang dilakukan secara terus menerus dan tersistem. Sehingga pengamalan nilai-nilai pendidikan agama menjadi budaya dalam komunitas sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian tujuan pendidikan agama Islam seperti yang diamanahkan oleh pemerintah dapat dicapai dengan baik.
Selain itu, tidaklah adil apabila pendidikan agam Islam hanya menjadi tugas dan tanggung jawab guru pendidikan agama Islam saja, tanpa didukung oleh pihak-pihak yang terkait di lingkungan sekolah. Oleh sebab itu, pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah merupakan tanggung jawab bersama yakni kepala sekolah, guru agama Islam, guru mata pelajaran umum, karyawan, komite sekolah, siswa, dan pihak-pihak lain yang terkait.
Dengan alasan-alasan seperti tersebut di atas, maka pengembangan dan pengamalan budaya agama Islam dalam komunitas sekolah sangat penting untuk diimplementasikan.
***
Religious culture dalam konteks ini berarti pembudayaan nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan di sekolah dan di masyarakat, yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam yang diperoleh siswa dari hasil pembelajaran di sekolah, agar menjadi bagian yang menyatu dalam perilaku siswa sehari-hari dalam lingkungan sekolah atau masyarakat. Bentuk kegiatan pengamalan budaya agama Islam di sekolah, di antaranya adalah; membiasakan salam, membiasakan berdoa, membaca al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai, membiasakan kultum, membiasakan shalat dhuha, shalat dhuhur berjamaah, dzikir setelah shalat, menyelenggarakan PHBI, menyantuni anak yatim, acara halal bi halal, dan sebagainya.
Sasaran pengamalan budaya agama Islam (religious culture) adalah siswa dan seluruh komunitas sekolah meliputi kepala sekolah, guru pendidikan agama Islam, guru mata pelajaran umum, pegawai sekolah, dan komite sekolah. Dalam pelaksanaannya program pengamalan budaya agama Islam di sekolah di bawah tanggung jawab kepala sekolah yang secara teknis dibantu oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan guru pendidikan agama Islam. Sedangkan pelaksanaannya adalah semua warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa).
Pelaksanaan pengamalan budaya agama Islam di sekolah tidak akan berjalan dengan baik jika tanpa dukungan dan komitmen dari segenap pihak, di antaranya adalah pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama atau Pemerintah Daerah, kebijakan kepala sekolah, guru pendidikan agama Islam, guru mata pelajaran umum, pegawai sekolah, komite sekolah, dukungan siswa (OSIS), lembaga dan ormas, keagaman serta partisipasi masyarakat luas. Jika semua elemen ini dapat bersama-sama mendukung dan terlibat dalam pelaksanaan pengamalan budaya agama di sekolah maka bukan suatu yang mustahil hal ini akan terwujud dan sukses.
Sebagai upaya sistematis menjalankan pengamalan budaya agama Islam di sekolah perlu dilengkapi dengan sarana pendukung bagi pelaksanaan pengamalan budaya agama Islam di sekolah, di antaranya; musholla atau masjid, sarana pendukung ibadah (seperti: tempat wudhu, kamar mandi, mukena, mimbar, dsb), alat peraga praktek ibadah, perpustakaan yang memadai, aula atau ruang pertemuan, ruang kelas belajar yang nyaman dan memadai, alat dan peralatan seni Islam, ruang multimedia, lab komputer, internet serta laboratorium PAI.***
*(Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama Ditpais, Depag

STRATEGI PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN PAI

Penulis: Dr. H. Imam Tholkhah


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 31 ayat (3) berbunyi: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Sejalan dengan semangat Undang-Undang Dasar tersebut pemerintah kemudian membuat undang-undang pendidikan yang di antara isinya mengatur tentang pendidikan agama. Seiring dengan perkembangan masyarakat, nampaknya perhatian pemerintah terhadap pendidikan agama di sekolah mengalami perubahan-perubahan. Pada awalnya, ketetapan tentang pendidikan Agama di Sekolah muncul melalui UU No 4 Tahun 1950 Jo No 12 Tahun 1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Namun nampaknya ketetapan ini belum sepenuhnya memberikan hak terhadap anak-anak sekolah untuk memperoleh pendidikan agama di sekolah. Hal ini karena ketetapan tersebut hanya mengatur pengajaran agama di sekolah negeri. Selain itu pihak yang menentukan apakah seorang anak dapat menerima pelajaran agama atau tidak, bukan satuan pendidikan, tetapi sangat tergantung pada orang tua anak. Undang-undang tersebut berbunyi: Pada sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orangtua murid berhak menentukan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut atau tidak.

Kemudian setelah muncul UU Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, negara memberikan hak yang penuh kepada peserta didik di sekolah untuk mendapatkan pendidikan agama, baik itu sekolah negeri ataupun swasta. Dalam UU nomor 20 pada Bab V, pasal 12 ayat 1 a, secara lugas dinyatakan bahwa: Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.

Adanya isi dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan undang-undang tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan perlunya keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa menunjukkan bahwa pendidikan agama memiliki makna yang penting, dan perlu diperhatikan oleh berbagai kalangan. Dalam kenyataan, umumnya sekolah memang telah memberikan perhatian terhadap pendidikan agama, sebagaimana terlihat dari adanya kurikulum agama dan berbagai kegiatan keagamaan di sejumlah sekolah dewasa ini. Hanya saja -sebagaimana banyak kritik dialamatkan kepada sekolah- pendidikan agama yang diselenggarakan di sekolah belum memperoleh hasil yang maksimal, atau bahkan dinilai gagal. Oleh karena itulah diperlukan berbagai inovasi dan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan mutu pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah.

Peningkatan mutu pembelajaran pendidikan agama Islam melalui sekolah berbasis pesantren sesungguhnya bukan sesuatu hal yang sama sekali baru. Sejak masa sebelum Indonesia merdeka pesantren telah menjadi basis kuat untuk pengembangan pendidikan agama Islam. Dalam pendidikan pesantren ini para siswa (dikenal dengan istilah santri), umumnya tinggal di asrama pesantren (pondok) dan belajar ilmu-ilmu agama Islam pada seorang kyai pemilik pesantren tersebut. Pada awalnya pesantren memang lebih berorientasi pada pengembangan pendidikan agama Islam, dengan model pembelajaran nonklasikal (sorogan atau bandongan). Ketika pemerintah kolonial mengembangkan sistem pendidikan sekolah dengan fokus pendidikan umum dan model pembelajaran klasikal, sebagian pesantren setahap demi setahap mulai mengadopsi ilmu-ilmu pengetahuan umum dan model klasikal, sekalipun pendidikan di pesantren tetap berorientasi pada pengembangan pendidikan Islam.

Setelah Indonesia merdeka, sebagaimana masa kolonial, sistem sekolah tetap menjadi pilar utama dalam sistem pendidikan nasional. Implikasinya adalah bahwa rekrutmen tenaga kerja pada sektor formal seperti pegawai pemerintah atau perusahaan – perusahaan swasta didasarkan pada ijazah yang diperoleh dari sekolah. Semakin tinggi sekolah maka semakin tinggi penghargaan dalam dunia kerja. Selain itu, ijazah sekolah juga menjadi prasyarat untuk melamar pekerjaan dan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Melalui sekolah-sekolah inilah para tokoh bangsa, pegawai negeri atau swasta, aparat keamanan dan penegak hukum memperoleh pendidikan. Mengingat bahwa peran sekolah yang sangat strategis itu, telah mendorong sebagian pesantren tidak saja hanya mengembangkan ilmu pengetahuan umum sebagaimana telah diajarkan sekolah, tetapi lebih jauh bahwa pesantren juga membangun sistem sekolah secara utuh sebagaimana dikembangkan oleh pemerintah. Bahkan sebagian pesantren juga telah mengembangkan perguruan tinggi umum, meskipun jumlah fakultas dan kualitasnya dirasakan belum maksimal. Dengan adanya sistem sekolah di lingkungan pesantren inilah kemudian para alumninya memperoleh peluang yang setara dalam lapangan kerja dengan para alumni sekolah-sekolah pada umumnya.

Dari perspektif pendidikan keagamaan, sistem sekolah pada umumnya dinilai kurang memberikan ruang dan waktu yang cukup untuk pembelajaran pendidikan agama Islam, terutama karena jumlah jam pelajaran agama dalam sistem sekolah sangat terbatas. Karena itu apabila sekolah berada dalam lingkungan pesantren, maka kekurangan jumlah jam pelajaran dalam sekolah dapat dipenuhi melalui pendidikan dalam sistem pesantren. Sistem pendidikan pesantren memang sangat kondusif untuk peningkatan mutu pendidikan agama Islam. Hal ini karena pesantren menempatkan seorang kyai dan asatiz (para guru) serta para santri (siswa) berada dalam komunitas terbatas, yakni komplek pondok pesantren. Dengan kondisi semacam ini memungkinkan pendidikan berlangsung sepanjang siang dan malam. Dalam hal ini kyai dan ustadz (guru) dapat memberikan bimbingan langsung, tidak saja aspek pengetahuan agama, tetapi juga aspek pelaksanaan ritual dan pengamalan agama lainnya.

Peningkatan mutu pendidikan agama Islam di sekolah sangat diperlukan, terutama karena sekolah memang memiliki posisi yang sangat strategis untuk membangun karakter dan moral bangsa, karena: Pertama, jumlah siswa beragama Islam yang masuk di sekolah sangat besar, sekitar 30 juta anak. Sebagaimana telah disinggung di atas, dari sekolah inilah dilahirkan kader-kader bangsa seperti para pejabat dan birokrat negara, tokoh masyarakat, intektual, pengusaha, dan elit politik. Harapan masyarakat terhadap peran pendidikan agama Islam di sekolah untuk membangun kader-kader bangsa yang berkarakter dan bermoral cukup tinggi. Karena itu pendidikan agama di sekolah perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Kedua, agama Islam merupakan agama yang telah dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia. Fakta ini juga bermakna bahwa umat Islam dapat dipandang sebagai representasi bangsa Indonesia di hadapan tata pergaulan dunia. Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kualitas keberagamaan umat Islam diperlukan pendidikan agama yang bermutu di sekolah. Dengan pendidikan agama yang bermutu diharapkan lulusan siswa sekolah mampu menjiwai dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia yang pada gilirannya akan tercipta para pemimpin bangsa, aparat pemerintah, penegak hukum, pengusaha dan rakyat yang bermoral dan berakhlak mulia. Ketiga, arus globalisasi dan informasi teknologi yang sangat pesat telah mengalirkan berbagai budaya atau peradaban yang sangat berguna bagi pengembangan pendidikan agama. Tetapi di sisi lain, arus globalisasi dan informasi teknologi membawa serta dampak negatif yang dapat merusak moral bangsa. Dalam kaitan ini, pendidikan agama yang bermutu diharapkan mampu menjadi filter dan meredam pengaruh negatif dari arus budaya tersebut terhadap anak-anak sekolah.

Kondisi Hasil Pembelajaran PAI Saat ini

Selama ini belum diperoleh hasil penelitian yang komprehensif tentang hasil pembelajaran pendidikan Islam pada sekolah, mulai tingkat SD, SMP dan SMA. Berbagai penelitian yang menyangkut tentang pendidikan agama di sekolah pernah dilakukan oleh beberapa kalangan, tetapi sifatnya parsial. Misalnya, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, telah beberapa kali melakukan penelitian tentang pendidikan agama di sekolah: penelitian tentang kompetensi Guru PAI tingkat SLTP di beberapa propinsi, penelitian tentang kesiapan GPAI dalam pelaksanaan KBK di SMA dan penelitian tentang kemampuan baca- tulis Alquran tingkat SMP.

Namun bisa diduga, bahwa hasil pembelajaran PAI pada sekolah adalah sangat bervariasi, mulai dari hasil pembelajaran yang kurang berkualitas hingga yang sangat bermutu. Hal ini karena kondisi dan situasi lingkungan serta proses pembelajaran di sekolah tidak homogen. Pada sekolah-sekolah yang berstatus swasta, khususnya yang dibangun oleh yayasan-yayasan Islam, cenderung memiliki orientasi pendidikan agama yang lebih tinggi dibanding dengan sekolah-sekolah negeri. Dilihat dari segi geografis sebagian sekolah berada di lingkungan daerah santri atau nonsantri. Sekolah-sekolah yang berada di lingkungan komunitas santri, para siswanya kemungkinan memiliki pengetahuan keagamaan yang relatif lebih tinggi dibanding dengan para siswa di lingkungan nonsantri. Hal ini karena dalam komunitas santri biasanya terdapat banyak jenis pendidikan agama Islam yang berada dalam masyarakat, seperti TPA, Raudatul Athfal (RA), majelis taklim dan madrasah diniyah, yang kemungkinan besar mempengaruhi para siswa sekolah. Dari segi kualitas sumber daya pengelola, sebagian sekolah memiliki tenaga pendidik PAI yang profesional, sebagian sekolah yang lain, tidak memilikinya. Demikian juga, dari segi sarana pembelajaran, sebagian sekolah memiliki sarana pembelajaran PAI yang relatif lengkap, sebagian yang lain tidak memiliki sarana yang memadai. Dari segi jenis keagamaan siswa, sebagian sekolah memiliki siswa yang homogen, dalam arti seluruh siswanya beragama Islam, dan sebagian sekolah yang lain memiliki siswa yang heterogen, dalam arti sebagian siswa beragama Islam dan sebagian yang lain beragama non-Islam.

Meskipun hasil pembelajaran PAI pada sekolah bervariasi, akan tetapi dari berbagai fenomena dalam masyarakat, memperlihatkan bahwa secara umum hasil pembelajaran PAI di sekolah dewasa ini belum memuaskan banyak pihak, dan bahkan dinilai gagal. Pendidikan agama Islam dinilai masih terkesan berorientasi pada pengajaran agama yang bersifat kognitif dan hafalan, kurang berorientasi pada aspek pengamalan ajaran agama. Di antara indikator yang sering dikemukakan adalah bahwa dalam kehidupan masyarakat, masih dijumpai banyak kasus tindakan masyarakat yang bertentangan dengan ajaran agama. Adanya kekerasan dan keberingasan yang dilakukan di kalangan pemuda, pelajar dan mahasiswa, masih marak diberitakan dalam media massa. Demikian juga adanya berbagai perilaku maksiat, kasus kehamilan kalangan siswa-siswa sekolah di luar nikah serta banyaknya para siswa sekolah terlibat dalam penggunaan narkoba, memperlihatkan adanya penghayatan terhadap nilai-nilai ajaran agama siswa belum memadai. Bahkan lebih jauh, adanya kasus-kasus korupsi di berbagai kalangan, tindak kriminal yang makin marak dalam masyarakat dan permusuhan antarpenganut ajaran agama juga dinilai sebagai akibat sempitnya pemahaman ajaran agama. Atas dasar asumsi tersebut, maka diperlukan strategi peningkatan mutu pembelajaran PAI yang tidak saja menekankan aspek pengetahuan (kognitif), tetapi yang lebih penting adalah pembelajaran PAI yang mampu memberikan bimbingan secara intensif tentang aspek psykhomotorik dan afektif para siswa. Karena itu proses pembelajaran PAI sebagaimana telah berjalan saat ini perlu memperoleh sentuhan yang lebih inovatif agar pembelajaran pendidikan agama Islam makin berkualitas.



Kondisi Proses Pembelajaran PAI Saat Ini

Meskipun kondisi proses pembelajaran PAI sangat bervariasi, secara umum implementasi pembelajaran PAI di sekolah memang belum mampu menciptakan suasana yang kondusif bagi terciptanya anak didik yang memiliki kecerdasan intektual dan sekaligus memiliki kecerdasan spiritual dan emosional. Pelaksanaan pembelajaran PAI di sekolah pada saat ini umumnya dilakukan melalui dua pendekatan: yakni pendekatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.

Pendekatan intrakurikuler, dalam hal ini, yang dimaksud dengan pendekatan intra kurikuler adalah proses belajar mengajar bidang pendidikan agama Islam secara formal, sesuai dengan standar isi dan standar kelulusan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Waktu pembelajaran siswa sangat terbatas pada jam-jam yang telah ditentukan oleh satuan pendidikan, yakni untuk tingkat SD 3 jam pelajaran perminggu, tingkat menengah pertama dan menengah atas 2 jam pelajaran perminggu. Penggunaan waktu jam pelajaran dan kurikulum intrakurikuler mengikat bagi murid dan guru, sesuai dengan jadwal dan aturan-aturan yang berlaku secara nasional. Menurut pandangan sebagian para guru agama, terbatasnya waktu mengajar tersebut telah mengakibatkan tidak tuntasnya pembelajaran agama dan akhirnya mengakibatkan kemampuan siswa menguasai pelajaran agama tidak bisa maksimal.

Sedangkan untuk pengajaran agama ekstrakurikuler dilakukan di luar jam sekolah. Materi dalam pembelajaran agama ekstrakurikuler umumnya digunakan sebagai media pendalaman atau pengembangan materi pendidikan Islam, yang dirasakan tidak cukup waktu pada intrakurikuler. Bagi sekolah, tambahan waktu pendidikan agama yang dilaksanakan melalui pengembangan pengajaran ekstrakurikuler ini dapat dinilai sangat bermanfaat. Pelaksanaan pengajaran ekstrakurikuler ini bersifat fleksibel, terutama karena waktunya tidak mengikat, dan sangat tergantung pada kemauan atau kesepakatan antara guru/pembina dan murid yang akan belajar. Sayangnya pembelajaran ekstrakurikuler ini belum dikembangkan secara maksimal pada kebanyakan sekolah. Terdapat beberapa hal yang pelu memperoleh perhatian dalam pembelajaran ini, yaitu pertama, implementasi pembelajaran ekstrakurikuler memerlukan seorang guru agama yang berkualitas dan bersedia mengabdikan diri secara penuh, tulus dan ikhlas memberikan bimbingan agama kepada para pelajar. Karena pembelajaran ekstrakurikuler tidak tersedia dana yang memadai, atau bahkan tidak ada dana sama sekali, maka pembelajaran ekstrakurikuler ini kurang berkembang secara baik. Kedua, pembelajaran ekstrakurikuler memerlukan kesediaan para siswa untuk menambah waktu belajar di luar jam sekolah. Namun, karena pembelajaran ekstrakurikuler lebih bersifat tidak mengikat, maka hanya sedikit para siswa yang biasanya berminat untuk belajar agama. Para siswa umumnya lebih berminat memanfaat waktu ekstrakurikuler dengan belajar pengetahuan umum, seperti matematika dan bahasa Inggris, daripada pengetahuan agama.



Pengembangan Sekolah Berbasis Pesantren

Pendidikan sekolah memiliki keterbatasan dalam hal ketersediaan waktu untuk mengajar, membimbing, dan mengevaluasi hasil belajar siswa, maka alternatif yang sangat memadai untuk mengatasi keterbatasan tersebut adalah pengembangan sekolah berbasis pesantren. Apa yang dimaksud dengan sekolah berbasis pesantren? Basis pesantren seperti apa yang akan dikembangkan? Jawabannya tentu dapat beraneka ragam, terutama karena karakter pesantren memang sangat bervariasi, mulai dari jenis pesantren yang berorientasi tradisional hingga jenis pesantren yang orientasi moderen. Demikian juga dari segi kurikulum, sebagian pesantren menggunakan kurikulum berbasis kitab-kitab klasik (kitab kuning), sebagian pesantren lain menggunakan kurikulum berbasis buku-buku moderen. Dari segi budaya, sebagian pesantren masih menggunakan budaya tradisional dan sebagian pesantren lain menggunakan budaya modern. Namun, tentu dalam dunia pesantren terdapat ciri yang unik dan universal, misalnya adanya kyai, para santri dan sarana pendidikan seperti masjid dan kitab-kitab agama.

Pengembangan sekolah berbasis pesantren adalah pengembangan sekolah dengan nuansa pesantren yang bersifat fisik dan atau nuansa yang bersifat nonfisik. Nuansa fisik pesantren pesantren yang khas, di antaranya adalah adanya masjid, asrama/pondok, kyai dan kitab-kitab agama Islam, serta adanya kegiatan keagamaan yang rutin seperti sholat berjamaah lima waktu dan pembelajaran agama secara rutin. Sedangkan nuansa non fisik pesantren adalah adanya pengembangan nilai-nilai pesantren seperti adanya keramahan, kesahajaan (kesederhanaan), keikhlasan, keakraban dan kerukunan dari segenap unsur pesantren, kemandirian, belajar tuntas, tanggung jawab dan ketaatan pada norma-norma agama yang berlaku dalam lingkungan pendidikan pesantren.

Ada dua strategi yang dapat dikembangkan tentang pendidikan Islam pada sekolah berbasis pesantren, yakni pengembangan PAI berbasis pesantren secara penuh dan pengembangan PAI berbasis pesantren secara parsial:

1. Pengembangan PAI berbasis pesantren secara penuh pada sekolah

Pengembangan pendidikan agama Islam di sekolah berbasis pesantren secara penuh dapat dilakukan dengan dua model:

a.

Strategi ini nampaknya sudah dilaksanakan di lingkungan pesantren. Sebagaimana telah disinggung pada bagian terdahulu, bahwa pada berbagai pesantren kini tidak saja hanya mengembangkan madrasah diniyah tetapi juga sekolah. Bahkan tren pesantren mendirikan sekolah terkesan meningkat. Bagi sebagian pesantren, pendirian sekolah tersebut memang diperuntukan para santri yang mondok di pesantren. Dengan cara ini diharapkan bahwa para santri tidak saja hanya menguasai ilmu-ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum yang setara dengan para siswa disekolah lain. Di pihak lain juga terdapat berbagai pesantren yang mendirikan sekolah, dengan tujuan tidak hanya menampung santri di pesantren saja, tetapi juga menampung para siswa yang tinggal di masyarakat sekitar pesantren. Tentu saja bagi para siswa yang tidak menginap di pesantren pendidikan agama yang diperoleh akan sangat terbatas di banding dengan mereka yang menginap di pesantren.

Dari segi substansi, kemampuan para santri di bidang pendidikan agama Islam tentu tidak diragukan. Namun, dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran agama Islam, pesantren ini perlu memperoleh dukungan pada aspek pemanfaatan teknologi modern, seperti perangkat laboratorium, kepustakaan dan internet. Meski pemanfaatan teknologi moderen ini kini telah berkembang di pesantren, tetapi jumlahnya masih sangat terbatas.

b.

Untuk strategi ini keberadaan pesantren dimunculkan bersamaan atau setelah pengembangan sekolah. Ada beberapa prasyarat yang diperlukan untuk mengembangkan budaya pesantren secara penuh pada sekolah dengan pertama, di samping adanya fasilitas sekolah yang memadai, sekolah tersebut perlu memiliki sarana atau fasilitas pesantren seperti asrama yang berkualitas untuk para siswa, diperlukan tempat tinggal para guru, tutor, dan seorang kyai. Di samping itu diperlukan sarana pendidikan agama Islam seperti masjid, kitab-kitab agama, perpustakaan, laboratorium, sarana olah raga, seni dan teknologi informasi. Kedua, diperlukan seorang kepala sekolah dan para siswa, guru, tutor serta kyai yang tinggal dalam satu komplek asrama. Ketiga, diperlukan kesiapan siswa untuk belajar secara total. Idealnya para siswa selepas dari lingkungan sekolah formal kemudian berubah status menjadi santri, mengikuti aktivitas pesantren seperti sholat berjamaah dan belajar agama pada guru, tutor atau kyai pada jam-jam yang telah ditentukan. Mengenai substansi pembelajaran agama, apakah akan menggunakan kitab-kitab klasik atau modern tergantung kepada kesepakatan antara pimpinan sekolah dengan pihak-pihak terkait. Namun intinya adalah bahwa lulusan sekolah berbasis pesantren perlu memiliki kompetensi bidang keagamaan dan pengetahuan lain yang lebih tinggi dari para siswa sekolah biasa, misalnya dalam hal kemampuan membaca dan komunikasi bahasa Arab maupun Inggris. Keempat, diperlukan seorang kepala sekolah yang berkualitas dan memiliki kemampuan manajerial yang memadai serta dedikasi yang tinggi untuk mengembangkan pendidikan sekolah secara maksimal. Kelima, diperlukan sejumlah guru, tutor dan tenaga administrasi yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan pendidikan. Guru lebih berperan dalam kegiatan formal, sedangkan tutor lebih berperan sebagai pembimbing santri di luar jam sekolah. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, sebaiknya jumlah tutor berbanding 1:5. Dengan demikian seorang tutor akan membimbing siswa sejumlah 5 orang.
Pengembangan budaya pesantren pada sekolah. Pengembangan sekolah dalam lingkungan pesantren.



2. Pengembangan PAI berbasis pesantren secara parsial pada sekolah

Pengembangan pendidikan agama Islam di sekolah berbasis pesantren secara parsial pada dasarnya menempatkan sebagian dari nuansa pesantren (yang mencakup keberadaan fisik dan nonfisik) dalam sistem pendidikan sekolah. Dengan kata lain sistem pendidikan sekolah mengadopsi sebagian dari unsur atau kultur pesantren. Beberapa contoh pembelajaran PAI berbasis pesantren secara parsial pada sekolah adalah sebagai berikut:

a. Pengembangan Pesantren Kilat

Istilah pesantren kilat ini sudah sangat populer di lingkungan sekolah, dan telah menjadi bagian dari program ekstrakurikuler pendidikan agama di sekolah sejak lama. Istilah tersebut digunakan karena suasana pesantren yang berlangsung di sekolah hanya sebentar, kurang lebih satu minggu. Tujuan dari keberadaan pesantren kilat ini adalah memberikan tambahan pendidikan Islam pada murid-murid sekolah, terutama karena kurangnya waktu pendidikan agama yang disediakan dalam kurikulum sekolah. Dalam pesantren kilat ini biasanya para siswa diajarkan berbagai pengetahuan agama Islam, dan belajar membaca Alquran. Pelaksanaan pesantren kilat biasanya pada hari libur sekolah dengan mengambil tempat yang berbeda-beda. Sebagian sekolah mengambil tempat di sekolah sendiri, sebagian lagi mengambil tempat di luar sekolah seperti di hotel, balai diklat, di kapal dan lain-lain. Meskipun pesantren kilat ini hanya berlangsung beberapa hari, para siswa tidak hanya belajar ilmu pengetahuan agama tetapi juga belajar mengamalkan ritual secara teratur seperti sholat berjamaah selama lima waktu, dan belajar bergaul dalam lingkungan komunitas terbatas. Tentu saja, semakin sering pesantren kilat dilaksanakan di sekolah akan semakin tinggi kemungkinan pendidikan agama Islam memiliki dampak positif terhadap keberagamaan siswa sekolah.



b. Boarding school

Dari perspektif pendidikan Islam, boarding school dapat dipandang sebagai sekolah berbasis pesantren secara parsial, terutama karena sistem sekolah menggunakan asrama siswa sebagaimana telah lama diadopsi oleh pesantren. Dengan boarding school maka para siswa lebih dapat dikontrol perilaku moral dan ritualnya, misalnya dengan menggunakan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh para murid, atau melalui bimbingan melekat oleh para tutor kepada murid-murid yang berada di bawah asuhannya. Pembinaan agama Islam dalam sistem boarding school tentu lebih efektif, terutama karena memiliki peluang dan waktu yang relatif tinggi di banding dengan model pesantren kilat.

Dewasa ini boarding school telah mulai berkembang dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pada umumnya boarding school dikembangkan oleh lembaga-lembaga swasta, meskipun terdapat juga boarding school yang dikembangkan pemerintah. Di lingkungan madrasah sistem boarding school tidak terlalu asing. Misalnya Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) atau Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Madrasah tersebut mengasramakan para siswanya agar pendidikan agama yang di dapat lebih berkualitas. Fokus dari madrasah ini memang dirancang untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam. Banyak pihak menilai, bahwa para alumni MAPK/MAK memang memiliki pengetahuan agama yang lebih dibanding dengan Madrasah Aliyah pada umumnya. Namun kelemahannya adalah bahwa MAPK/MAK kurang menguasai ilmu-ilmu pengetahuan umum. Contoh lain adalah Madrasah Aliyah Insan Cendekia. Berbeda dengan MAK, MA Insan Cendekia dirancang untuk meningkatkan kualitas pengetahuan umum dan sekaligus memiliki basis keagamaan yang kuat. Dari berbagai informasi yang diperoleh, almuni MA Insan Cendekia cukup berkualitas, terutama di bidang pengetahuan umumnya. Indikasi yang disampaikan adalah bahwa dari madrasah ini lebih dari 80% yang lulus mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri terkenal.

Boarding school



c. Pengembangan simbol agama

Di antara budaya pesantren yang bermakna simbolis keagamaan adalah seperti adanya bangunan masjid, pakaian jilbab untuk perempuan, berpeci, bersarung, berbaju koko untuk laki-laki, hormat dengan kyai atau guru dengan mencium tangan, memulai pelajaran dengan membaca doa-doa, menghafalkan ayat-ayat Alquran, tadarus Alquran, sholat Dhuha, sholat berjamaah dan mengadakan peringatan hari-hari besar keagamaan. Selain itu dalam lingkungan pesantren juga terdapat tradisi bertutur kata sopan, yang diyakini sebagai bagian dari pengamalan agama. Meskipun makna simbolis tersebut bersifat universal, tetapi di lingkungan pesantren simbol keagamaan tersebut sudah sangat kental.

Dalam kaitan ini, pendidikan agama di sekolah dapat juga menggunakan pendekatan simbolis keagamaan tersebut. Dewasa ini, telah banyak sekolah-sekolah umum negeri ataupun swasta yang menggunakan pendekatan ini. Misalnya, sekolah menyediakan masjid, menetapkan seragam sekolah dengan jilbab dan celana panjang untuk SMP dan SMA, menggunakan baju koko pada hari Jumat dan bersalaman dengan mencium tangan guru kalau bertemu di mana saja. Demikian juga kini telah banyak sekolah yang mengharuskan tadarus Alquran bersama pada hari-hari tertentu, membaca Alquran sebelum mulai waktu pelajaran, berdoa bersama untuk memulai dan mengakhiri pelajaran, sholat Zhuhur berjamaah, sholat Dhuha, serta mengadakan pengajian-pengajian agama pada hari-hari besar Islam. Tetapi, bisa diduga bahwa pada jenis ketiga ini hasil pembelajaran PAI yang akan diperoleh tidak akan semaksimal seperti melalui boarding school.
adalah sekolah yang relatif mahal. Di samping dana untuk penyediaan serta pemeliharaan sarana dan fasilitas, juga untuk para pembina boarding school, selain membiayai para guru yang mengajar, juga perlu membayar para pembimbing (tutor) yang bekerja di luar jam sekolah. Karena itu untuk membangun dan mengembangkan sekolah semacam ini diperlukan semacam subsidi atau sponsor dari berbagai pihak yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan. dalam sistem sekolah

Indikator Keberhasilan Pengembangan PAI Berbasis Pesantren

Indikator keberhasilan pendidikan agama Islam pada sekolah berbasis pesantren minimal para siswa memiliki:

1. Kemampuan berkomunikasi dengan bahasa Arab dan Inggris secara aktif.

2. Kemampuan membaca kitab-kitab kuning

3. Kemampuan mengartikan ayat-ayat Alquran dan hadis

4. Kemahiran memberikan pidato/ceramah agama dan khotbah-khotbah.

5. Ketaatan menjalankan ibadah ritual

6. Sikap dan perilaku akhlak mulia.

7. Kemampuan pengetahuan umum sesuai dengan standar isi dan standar kelulusan sekolah.

Jakarta, 24 Mei 2007

*Direktur Pendidikan Agama Islam pada Sekolah, Depag

SELAMAT BERGABUNG

Kami adalah komunitas guru Pendidikan Agama Islam SMP di Kabupaten Bekasi yang tergabung dalam wadah MGMP PAI SMP Kabupaten Bekasi. Kepada rekan-rekan yang ingin bertukar fikiran/ sharing melalui BLOG ini dipersilahkan. mudah-mudahan BLOG ini dapat berguna sebagai mestinya....