Pages

MARHABAN

Kamis, November 27, 2008

AKSI IV MGMP PAI KAB.BEKASI

Musyawarah Guru Mata Pelajaran ( MGMP )Pendidikan Agama Islam ( PAI ) Tingkat SMP Kab.Bekasi kembali akan menyelenggarakan Apresiasi dan Kreasi Seni Islami IV ( AKSI IV ) tahun 2009. Kegiatan tersebut telah diagendakan dalam Program Kerja MGMP PAI setiap tahunnya. Tak terasa MGMP PAI telah melaksanakan AKSI untuk keempat kalinya yang Insya Allah akan diselenggarakan di SMP Negeri 1 Setu pada hari Rabu, tanggal 28 Januari 2009. Adapun kegiatan sebelumnya telah diselenggarakan di SMPN 1 Cikarang Barat ( AKSI I ), SMPN 2 Tambun Selatan ( AKSI II ) dan SMPN 1 Cikarang Utara ( AKSI III ). Untuk AKSI IV ini mata lomba yang dilombakan :
1. Qasidah
2. Nasyid
3. Marawis
4. MTQ
5. MHQ
6. Adzan
7. Kaligrafi
8. Pidato/ Ceramah Agama
9. Cerdas Cermat PAI
Kegiatan tersebut memperebutkan piala bergilir Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Kandepag Kab. Bekasi. Direncanakan tahun ini akan bertambah 1 piala bergilir lagi, yaitu Piala dari Bupati Bekasi.

JADWALUN2008

JADWAL UN 2009
Mengutip dari website DEPDIKNAS. Berdasarkan kesepakatan BSNP (Badan Standar
Nasional Pendidikan), Depdiknas dan Depag maka diputuskan jadwal UN sebagai berikut :
1. SMA/MA : 20 - 24 April 2009
2. SMP/MTs : 27 - 30 April 2009
3. SD/MI : 12 - 14 Mei 2009
4. SMK/SMALB : 20 - 22 April 2009

Jadwal ini juga sekaligus menghapus kesimpangsiuran majunya jadwal UN.

Minggu, November 23, 2008

Pendidikan Agama Dasar Pembentukan Pribadi Anak

Pendidikan Agama Dasar Pembentukan Pribadi Anak


Dalam suatu pendidikanjangan hanya dituangkan pengetahuan semata-mata kepada anak didik, tetapi harus juga diperfiatikan pembinaan moral, sikap dan tingkah laku. Oleh karena itu, dalam setiap pendidikan pengetahuan harus ada pendidikan moral dan pembinaan kepribadian yang sehat. Dasar dan tujuan pendidikan moral biasanya ditentukan oleh pandangan hidup dari lembaga pendidikan itu sendiri, sertajuga harus sesuai dengan dasar dan tujuan negara.


Kalau negara itu berdasarkan Demokrasi, maka pendidikan yang dilakukan terhadap anak-anakjuga bertujuan membinajiwa demokrasi. Begitu juga halnya kalau negara itu berdasarkan Otokratis, Ketuhanan.
Karena negara kita berdasarkan Pancasila, maka pendidikan harus bertujuan mempersiapkan anak didik untuk dapat menerima Pancasila dan menjadikan Pancasila sebagai dasar hidupnya. Untuk itu, pendidikan di sekolah harus ditujukan pada anak didik kesadaran-kesadaran sebagai berikut. a. Kepercayaan dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. Sikap dan tindakan harus sopan-santun dan berkeprimanusiaan; c. Rasa cinta terhadap bangsa dan Tanah Air; d. Menumbuhkanjiwa Demokratis; dan e. Rasa keadilan, kejujuran, kebenaran dan menolong orang lain. Arah dan tujuan pendidikan ini hanya dapat dicapai kalau pendidikan itu mencakup pendidikan agama.

Pentingnya Pendidikan Agama

Rumah-tangga atau keluarga adalah tempat yang pertama dan utama bagi anak untuk memperoleh pembinaan mental dan pembentukan kepribadian, yang kemudian ditambah dan disempurnakan oleh sekolah.

Demikian pula halnya pendidikan agama, harus dilakukan oleh orang membiasakannya pada tingkah-laku dan akhlak yang diajarkan oleh agama. ada masa ini anak belum mengerti tentang akhlak-akhlak yang baik, seperti kejujuran dan keadilan (terlalu abstrak), Untuk merealisasikannya, orang yang relevan dengan hal tersebut, agar anak dapat meniru dengan baik. Untuk itu, orangtua harus memberikan perlakuan yang adil serta dibiasakan pula untuk berbuat adil sehingga rasa keadilan dapat tertanam dalam jiwanya, juga dengan nilai-nilai agama dan kaidah-kaidah sosial lainnya yang menjadi dasar untuk pembinaan mental dan kepribadian anak itu sendiri.

Kalau pendidikan agama tidak diberikan kepada anak sejak kecil, maka akan berakibat hal-hal sebagai berikut. a. Tidak terdapat unsur agama dalam kepribadiannya sehingga sukar baginya untuk menerima ajaran itu kalau ia telah dewasa; dan b. Mudah melakukan segala sesuatu menurut dorongan dan keinginan jiwanya tanpa memperhatikan hukum-hukum atau norma-norma yang berlaku.

Sebaliknya kalau dalam kepribadian seseorang terdapat nilai-nilai dan unsur-unsur agama, maka segala keinginan dan kebutuhan dapat dipenuhi dengan cara yang wajar dan tidak melanggar hukum-hukum agama.

Sesuai dengan dasar negara kita Pancasila, dengan sila pertamanya ke-Tuhanan Yang Maha Esa, maka kepribadian warga negara berisi kepercayaan yang menjadi bagian dari kepribadian tidak hanya dapat diucapkan secara lisan saja, tetapi harus disertai dengan perbuatan. Hal ini hanya mungkin melalui pendidikan agama, karena kepercayaan bahwa Tuhan itu ada harus disertai dengan kepercayaan kepada ajaran, hukum, dan peraturan-peraturan yang ditentukan oleh Tuhan. Dengan demikian jelaslah bahwa semua itu menjadi dasar dalam pembinaan mental dan pembentukan kepribadian yang akan mengatur sikap, tingkahlaku dan cara menghadapi segala problem dalam hidup.

Mengingat pentingnya pendidikan agama bagi pembinaan mental dan akhlak anak-anak, dan karena banyak orangtua yang tidak mengerti agama, maka pendidikan agama harus dilanjutkan di sekolah.

Pendidikan Agama di Sekolah

Pendidikan agama di sekolah bertujuan untuk membina dan menyempumakan pertumbuhan dan kepribadian anak didik. Pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek penting: 1. Aspek' pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa). Tugas guru dalam hal ini adalah: a. Menyadarkan anak didik tentang adanya Tuhan dan membiasakan anak didik untuk melakukan perintah-perintah Tuhan serta meninggalkan larangan-larangannya; b. Melatih anak didik untuk melakukan ibadah dengan praktek-praktek agama, sehingga membawa dekatnya jiwa anak kepada Tuhan; dan c. Membiasakan anak didik untuk mengatur sopan-santun dan tingkah-laku yang sesuai dengan ajaran akhlak. Sifat ini harus ditanamkan melalui praktek dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: kasih sayang sesama kawan, tabah, benar, adil, dan lain-lain. 2. Pengajaran agama(ditujukan kepada pikiran). Isi dari ajaran agama harus diketahui betul-betui, agar kepercayaan kepada Tuhan menjadi sempurna. Maka tugas dari guru agama adalah menunjukkan apa yang disuruh, apa yang dilarang, apa yang boleh, apa yang dianjurkan melakukan, dan apa yang dianjurkan meninggalkan sesuai dengan ajaran agama.

Dengan melihat kedua aspek di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan agama tidak boleh lepas dari pengajaran agama, artinya, pengetahuan dan pemahaman hukum-hukum, norma-norma, kewajiban-kewajiban, syarat-syarat harus dilakukan dan diindahkan. Pendidikan agama memberikan nilai-nilai yang dapat dimiliki dan diamalkan oleh anak didik, supaya semua perbuatan dalam hidupnya mempunyai nilai agama dan tidak keluar dari moral agama.

Metode Pendidikan Agama

Dalam memberikan pendidikan dan pengajaran agama harus disesuaikan dengan perkembangan psikologis anak didik. Seorang guru agama, selain mempunyai pengetahuan agama, dituntut pula dapat menguasai masalah didaktis metodis dan psikologis, sertajiwanya benar-benarjiwa agama. Oleh karena itu, seorang guru agama harus diberi dasar-dasar pengetahuan yang kuat sehingga dapat membedakan tingkat-tingkat perkembangan anak didik. Hal ini sangat penting, karena dengan mengetahui tingkat-tingkat perkembangan anak didik, seorang guru agama dengan mudah menentukan/memilih cara memberikan pengajaran agama yang baik dengan tingkatan-tingkatan sekolah.

Dengan memperhatikan tingkat-tingkat perkembangan dan tingkat-tingkat sekolah, maka pengajaranagama dapat diberikan dengan cara sebagai berikut.

Taman Kanak-Kanak Anak-anak seusia Taman Kanak-kanak mempunyai ciri-ciri Perkembangan pikiran sangat terbatas; Perbendaharaan kata sangat kurang; Hubungan sosialnya hanya dalam lingkungan keluarga; dan peka terhadap tindakan-tindakan orang di sekelilingnya. Dengan melihat ciri- ciri tersebut, pendidikan agama diberikan dengan cara menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan yang sederhana, misalnya: membaca doa (Bismillah), tanda salib, atau dengan cara agama masing-masing, sewaktu memnlai sesuatu pekerjaan, seperti makan, minum, dan lain-lain.

Sekolah Dasar. Ciri-ciri pada anak-anak usia Sekolah Dasar (SD): Suka berkhayal; senang mendengar cerita-cerita; dan perbendaharaan kata-katanya cukup banyak. Pendidikan agama, di samping menanamkan kebiasaan yang baik, dapat pula dilaksanakan dengan cara: Memberikan cerita-cerita yang baik dan berhubungan dengan agama; Dididik dan diajarkan untuk melakukan ibadah yang ringan misalnya; sembahyang dan berdoa; dan dapat memberikan pengetahuan agama secara sederhana.

Sekolah Menengah. Anak-anak usia sekolah menengah memiliki ciri-ciri: Pertumbuhan fisik yang cepat, menyusul pertumbuhan pikiran, perasaan dan sosial; Mengalami perasaan-perasaan sesuai dengan pertumbuhan biologis dalam masa puber yang dapat mempengaruhi jiwanya; dan Matangnya kecerdasan dan berkembangnya kecenderungan ilmiah. Untuk itu, pendidikan agama yang diberikan harus menyinggung hal-hal tersebut dan menerangkan hukum-hukum, serta batas-batas yang diberikan oleh agama. Di samping itu, pengajaran agama dapat membukakan pikiran dan mempelajari hukum-hukum agama.

Universitas. Sifat-sifat pengajaran agama yang diberikan di universitas/perguruan tinggi; adalah Lebih bersifat ilmiah; Mencari kebenaran akan adanya Tuhan, dan membuktikannya dengan pendekatan ilmiah; dan Membahas hukum-hukum, peraturan-peraturan, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan agama.

Dengan melihat ketiga akibat di atas, maka pendidikan agama di perguruan tinggi harus disesuaikan dengan Fakultas, Jurusan, dan bidang-bidang pengetahuan yang dialami oleh mahasiswa dan memenuhi kebutuhan mahasiswa akan mengolah ajaran-ajaran agama secara logis dan filisofis".

duniaguru.com

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui Pendekatan Kontekstual (CTL)

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui Pendekatan Kontekstual (CTL)
A. Pendahuluan



Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebagaimana dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan UU Sisdiknas di atas maka salah salah satu ciri manusia berkualitas adalah mereka yang tangguh iman dan takwanya serta memiliki akhlak mulia. Dengan demikian salah satu ciri kompetensi keluaran pendidikan kita adalah ketangguhan dalam iman dan takwa serta memiliki akhlak mulia.


Bagi umat Islam, dan khususnya pendidikan Islam, kompetensi iman dan takwa serta memiliki akhlak mulia tersebut sudah lama disadari kepentingannya, dan sudah diimplementasikan dalam lembaga pendidikan Islam. Dalam pandangan Islam kompetensi imtak dan iptek serta akhlak mulia diperlukan oleh manusia dalam melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi. Bagaimana peran khalifah tersebut dapat dilaksanakan, diperlukan tiga hal (1) landasan yang kuat berupa imtak dan akhlak mulia, dan (2) alat untuk melaksanakan perannya sebagai khalifah adalah iptek. Dengan demikian tidak mengenal dikotomi antara imtak dan iptek, namun justru sebaliknya perlu keterpaduan antara keduanya.

Berkaitan dengan pengembangan imtak dan akhlak mulia maka yang perlu dikaji lebih lanjut ialah peran pendidikan agama, sebagaimana dirumuskan dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 , Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/ atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan merupakan salah satu bahan kajian dalam semua kurikulum pada semua jenjang pendidikan, mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi. Dalam kurikulum yang terbaru yaitu Kurikuilum 2004 pada pendidikan dasar dan menengah, Pendidikan Agama merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh peserta didik bersama dengan Pendidikan Kewarganegaraan dan yang lainnya.

Tantangan yang dihadapi dalam Pendidikan Agama khususnya Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah mata pelajaran adalah bagaimana mengimplementasikan pendidikan agama Islam bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik agar memiliki kualitas iman, taqwa dan akhlak mulia. Dengan demikian materi pendidikan agama bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimana membentuk kepribadian siswa agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat dan kehidupannya senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia dimanapun mereka berada, dan dalam posisi apapun mereka bekerja.

Maka saat ini yang mendesak adalah bagaimana usaha-usaha yang harus dilakukan oleh para guru Pendidikan Agama Islam untuk mengembangkan metode-metode pembelajaran yang dapat memperluas pemahaman peserta didik mengenai ajaran-ajaran agamanya, mendorong mereka untuk mengamalkannya dan sekaligus dapat membentuk akhlak dan kepribadiannya.

Salah satu metode pembelajaran yang dianjurkan digunakan dalam Kurikulum 2004 dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL). Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam tulisan ini akan disajikan , mengapa pembelajaran PAI menggunakan pendekatan kontekstual dan bagaimana mengimplementasikan pendekatan kontestual dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Dengan diterapkannya model ini, diharapkan dapat membantu para guru agama dalam mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia yang benar-benar mempunyai kualitas keberagamaan yang kuat yang dihiasi dengan akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari.


B. Mengapa Pendekatan Kontekstual menjadi Pilihan dalam PAI
Mata pelajaran PAI merupakan salah satu mata pelajaran pokok dari sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik serta memiliki akhlak mulia dalam kehidupannya sehari-hari. Sejauh ini para guru berpandangan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang harus dihapal, sehingga pelajaran PAI cukup disampaikan dengan ceramah sehingga pembelajaran di kelas selalu berpusat pada guru. Dengan pendekatan kontekstual diharapkan siswa bukan sekedar objek akan tetapi mampu berperan sebagai subjek, dengan dorongan dari guru mereka diharapkan mampu mengkonstruksi pelajaran dalam benak mereka sendiri, jadi siswa tidak hanya sekedar menghapalkan fakta-fakta, akan tetapi mereka dituntut untuk mengalami dan akhirnya menjadi tertarik untuk menerapkannya.


Melalui pendekatan kontekstual diharapkan siswa dibawa ke dalam nuansa pembelajaran yang di dalamnya dapat memberi pengalaman yang berarti melalui proses pembelajaran yang berbasis masalah ,penemuan (inquiri), independent learning, learning community, proses refleksi , pemodelan sehingga dari proses tersebut diharapkan mereka dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya.


Pembelajaran Pendidikan Agama Islam sesuai dengan tuntutan kurikulum 2004 harus memenuhi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga aspek tersebut harus dikembangkan secara terpadu dalam setiap bidang kajian agama, seperti akidah, syariah dan akhlak. Melalui pendekatan kontekstual yang dibangun dengan berbagai macam metode, guru Agama Islam dapat memilih bagian mana yang cocok untuk aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.


C. Pendekatan CTL dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Implementasi Kurikulum 2004 dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam sangat tergantung pada penguasaan guru akan materi dan pemahaman mereka dalam memilih metode yang tepat untuk materi tersebut. Salah satu metode yang saat ini dianggap tepat dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah pendekatan CTL Salah satu unsur terpenting dalam penerapan pendekatan CTL adalah pemahaman guru untuk menerapkan strategi pembelajaran kontekstual di dalam kelas. Akan tetapi, fenomena yang ada menunjukkan sedikitnya pemahaman guru – guru PAI mengenai strategi ini. Oleh karena itu diperlukan suatu model pengajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual yang mudah dipahami dan diterapkan oleh para guru Pendidikan Agama Islam di dalam kelas secara sederhana.

Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi disekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok
.
Dalam kurikulum 2004, guru PAI dapat menggunakan strategi pembelajaran kontekstual dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu: memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa, lebih mengaktifkan siswa dan guru, mendorong berkembangnya kemampuan baru, menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat. Melalui pembelajaran ini, siswa menjadi lebih responsif dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilan di kehidupan nyata sehingga memiliki motivasi tinggi untuk belajar.

Beberapa hal yang harus diperhatikan para guru Pendidikan Agama Islam dalam mengimplementasikan pendekatan kontestual :

1. Pembelajaran Berbasis Masalah

Langkah pertama yang harus dilakukan guru adalah mengobservasi suatu fenomena, misalnya :


Menyuruh siswa untuk menonton VCD tentang kejadian manusia, rahasia Ilahi, Takdir Ilahi, tentang Alam Akhirat, azab Ilahi , dan sebagainya.
Menyuruh siswa untuk melaksanakan shaum pada hari senin dan kamis, membayar zakat ke BAZ, mengikuti sholat berjamaah di masjid, mengikuti ibadah qurban, menyantuni fakir miskin
Langkah kedua yang dilakukan oleh guru adalah memerintahkan siswa untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul.

Setelah menonton VCD atau mendengarkan kisah-kisah Al Qur`an, siswa diharuskan membuat catatan tentang pengalaman yang mereka alami, melalui diskusi dengan teman-temannya.
Setelah mengamati dan melakukan aktivitas keagamaan siswa diwajibkan untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul serta mereka dapat mengungkapkan perasaannya kemudian mendiskusikan dengan teman sekelasnya.

Langkah ketiga tugas guru Pendidikan Agama Islam adalah merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan permasalahan yang ada.

Langkah keempat guru diharapkan mampu untuk memotivasi siswa agar mereka berani bertanya, membuktikan asumsi dan mendengarkan pendapat yang berbeda dengan mereka.


2. Memanfaatkan Lingkungan Siswa untuk Memperoleh Pengalaman Belajar
Guru memberikan penugasan kepada siswa untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan konteks lingkungan siswa, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan penugasan kepada siswa di luar kelas. Misalnya mengikuti sholat berjamaah, mengikuti sholat jum`at, mengikuti kegiatan ibadah qurban dan berkunjung ke pesantren untuk mewawancarai santri atau ustadz yang berada di pesantren tersebut. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung dari kegiatan yang mereka lakukan mengenai materi yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.



3. Memberikan Aktivitas Kelompok

Di dalam kelas guru PAI diharapkan dapat melakukan proses pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok belajar. Siswa di bagi kedalam beberapa kelompok yang heterogen. Aktivitas pembelajaran kelompok dapat memperluas perspektif dan dapat membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru dalam mempraktekan metode ini adalah :


Pembentukan kelompok


Mendatangkan ahli ke kelas, misalnya Tokoh Agama, Santri atau Ulama dari pesantren
Bekerja dengan kelas sederajat
Bekerja dengan kelas yang ada di atasnya


4. Membuat Aktivitas Belajar Mandiri

Melalui aktivitas ini peserta didik mampu mencari, menganalisis dan menggunakan informasi sendiri dengan sedikit bantuan atau bahkan tanpa bantuan guru. Supaya dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji-coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning).



5. Menyusun Refleksi

Dalam melakukan refleksi, misalnya ketika pelajaran berakhir siswa merenungkan kembali pengalaman yang baru mereka peroleh dari pelajaran tentang sholat berjama`ah,

Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah - Kahlil Gibran

Sabtu, November 22, 2008

GURU PAI YANG IDEAL

GURU PAI YANG IDEAL
I. PENDAHULUAN
Guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar, memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan, karena fungsi adalah merancang, mengelola, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Di samping itu, kedudukan guru dalam kegiatan belajar mengajar juga sangat strategis dan menentukan. Strategis karena guru yang akan menentukan kedalaman dan keluasan materi pelajaran, bersifat menentukan karena guru yang memilah dan memilih bahan pelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan guru ialah kinerja di dalam merencanakan atau merancang, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar mengajar. Untuk menjadi guru pendidikan Agama Islam yang ideal haruslah memiliki beberapa kemampuan dan juga harus memiliki syarat-syarat tertentu.
II. Pembahasan
A. Sebenarnya, agama Islam mengajarkan bahwa setiap umat Islam wajib mendakwahkan dan mendidikkan ajaran agama Islam kepada yang lain. Sebagaimana dalam Q.S. Al-Nahl 125, Q.S. Al-Syuro’ 15, Q.S. Ali Imron 104, dan Q.S. Al-‘Ashr 1-3. Berdasarkan ayat-ayat di atas dapat di pahami bahwa siapapun dapat menjadi pendidik agama Islam, asalkan mempunyai pengetahuan (kemampuan) lebih, mampu mengimplisitkan nilai relevan (dalam pengetahuan itu), yakni sebagai penganut agama yang patut dicontoh dalam agama yang diajarkan, dan bersedia menularkan pengetahuan agama serta nilainya kepada orang lain.[1]
Asumsi yang melandasi keberhasilan baru pendidikan agama Islam dapat di formalisasikan sebagai berikut : guru pendidikan agama Islam akan berhasil menjalankan tugas kependidikannya bilamana guru tersebut mempunyai kompetensi Personal-Religius dan Kompetensi Profesional-Religius.[2]
Sedangkan menurut Soejono mengatakan bahwa syarat guru dalam Islam ialah :[3]
1. Tentang umur, harus sudah dewasa
Di negara kita, seseorang dianggap dewasa sejak berusia 18/ sudah kawin. Menurut ilmu pendidikan 21 tahun bagi pria dan 18 tahun bagi wanita.
2. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
Jasmani yang sehat, harus memperlancar pelaksanaan pendidikan dari segi rohani, orang gila berbahaya bila mendidik begitu juga orang idiot.
3. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli
Orang tua di rumah sebenarnya perlu sekali mempelajari teori-teori ilmu pendidikan dengan pengetahuannya itu di harapkan akan lebih mampu menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya dirumah.
4. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi
Syarat ini amat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar bagaimana guru akan memberikan contoh-contoh : kebaikan bila ia sendiri tidak baik perangainya?
Di samping itu ada syarat-syarat lain yaitu :[4]
1. Syarat Formal
a. Berijazah
b. Guru agama harus sehat jasmani maupun rohani
c. Guru agama tidak cacat jasmaninya
2. Syarat Keguruan
Yang dimaksud dengan syarat material ialah :
a. Menguasai ilmu yang akan diajarkan
Guru agama harus dapat menyampaikan pelajaran agama kepada muridnya dengan baik karena berhasil atau tidaknya guru agama dalam menyampaikan atau melaksanakan tugasnya tidak semata-mata tergantung pada penguasaan bahan, tetapi tergantung juga pada cara menyampaikan pelajaran.
b. Mengerti ilmu didaktik, tahu tentang cara mengajar (metodik)
Guru agama yang memiliki ilmu agama cukup, harus pula memiliki ilmu didoktik dan metodik karena ilmu itu akan membantu menyampaikan bahan pelajaran agama, agar dapat mencapai hasil maksimal.
c. Mengerti ilmu jiwa
Guru harus mengertu ilmu jiwa yang meliputi : ilmu jiwa perkembangan, IJB dan IJA
3. Syarat Non Formal
a. Memiliki loyalitas terhadap pemerintah, yang dimaksud adalah kepribadian Indonesiayang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b. Berakhlak mulia serta taat melaksanakan ajaran agama Islam.
c. Memiliki dedikasi terhadap tugasnya sebagai guru agama. Dalam bertugas ia harus ikhlas dan mencintai tugasnya.
d. Guru agama harus pemaaf.
Guru agama harus dapat memahami dirinya, sanggup menahan kemarahan dan harus sabar serta tidak pendendam.
e. Guru agama harus peka terhadap tabiat murid.
Bagi murid yang agak kurang kemampuannya dalam menerima pelajaran agama, guru harus tahu dan mampu membimbing atas keberhasilannya murid dalam mempelajari agama.
f. Guru agama harus mempunyai sifat terbuka.
g. Guru agama harus zuhud.
Dalam menjalankan tugasnya di dasarkan kepada keridhoan Allah SWT, tidak mengutamakan materi.
B. Selain itu untuk menjadi guru PAI yang ideal juga harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Memiliki keterampilan dasar (Basic Skill)
Keterampilan yang di maksud ialah ilmu dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan di sekolah formal
Adapun profil kemampuan dasar bagi seorang pendidik adalah :
a. Menguasai materi pembelajaran, baik dalam kurikulum maupun aplikasinya dalam materi pembelajaran.
b. Mampu mengelola program pembelajaran.
c. Mampu mengelola kelas dan menciptakan iklim pembelajaran yang konduktif.
d. Menggunakan media atau sumber belajar.
e. Menguassai landasan-landasan kependidikan.
f. Mampu mengelola interaksi dalam proses pembelajaran dan memberika penilaian yang komprehensif kepada siswa.
2. Menguasai keterampilan khusus (Spesialisasi).
Tenaga kerja yang memiliki keahlian khusus akan mampu bertahan dan bersaing di abad mendatang.
3. Menguasai keterampilan komputer.
Hampir semua sisi umat manusia tidak terlepas pada pelajaran komputer. Kehidupan manusia di abad mendatang akan sangat tergantung pada pelajaran komputer.
4. Menguasai keterampilan berkomunikasi dengan bahasa asing.
Berkomunikasi dengan bahasa asing, mutlak diperlukan di era globalisasi ini terutama bahasa Inggris.
5. Menguasai keterampilan manajerial dan kepemimpinan.
Kompetensi manajerial di tandai oleh kemampuan mengatur dan mengelola organisasi menjadi lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Bila dihubungkan dengan kualitas, profesionalitas harus mampu menanamkam prioritas pada pola kerja tim dan membangun budaya masyarakat lokal yang kuat, termasuk di lingkungan lembaga pendidikan. Guru PAI yang ideal (profesional) harus memiliki kemampuan.[5]
1. Meingkatkan kemampuan strategi pengendalian resiko di antara teman seprofesi.
2. Memiliki kreativitas yang tinggi dan mampu menghadapi setiap manusia yang berbeda.
3. Komitmen terhadap pekerjaan walaupun sangat sulit.
4. Konsisten pada setiap orang dan berprilaku pamong dalam kesehariannya, bukan hanya sekedar di atas kertas kebijakan atau prosedur-prosedur.
5. Mengembangkan norma kolaborasi.
6. Saling mendorong dan memberikan bantuan.
7. Kemampuan melihat problem sebagai masalah bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Mukhtar, M.Pd., Desain Pembelajaran PAI, CV. Misaka Galiza, Jakarta, 2003
Drs. Muhaimin, MA., Paradigma Pendidikan Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001.
Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991.
Depag RI., Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Pada SD, CV. Multigaya, Jakarta, 1986.

________________________________________
[1] Drs. Muhaimin, M.A., Paradigma Pendidikan Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm. 93.
[2] Ibid, hlm. 97
[3] Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm. 80
[4] Depag RI, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Pada SD, hlm. 46-49
[5] Dr. Mukhtar, M.Pd., Desain Pembelajaran PAI, CV. Misaka Galiza, Jakarta, hlm. 82

Rabu, November 05, 2008

PRESIDEN

cape dech masih ngeributin kursi presiden...harusnya nyadar, kalo ga mampu jangan pada pengen jadi presiden coy...bisanya cuma nguras uang rakyat aja.NYADAR DIRI ITU YANG PENTING.jangan pernah ngejelekin orang laen bro...kalo dah jelek, nanti juga jelek sendiri...yeng penting kita semua HARUS KEMBALI KE AJARAN AGAMA. INDONESIA HARUS MAJU...SIAPA PUN PRESIDENNYA...DIA HARUS RAJIN SHOLAT DAN BISA BACA ALQUR'AN DENGAN BAIK, FASIH DAN LANCAR...SO PASTI ALLAH MEMBERKAHI PEMIMPIN SEPERTI ITU...ALLAHU AKBAR...BERIKAN KAMI PEMIMPIN YANG TAAT KEPADAMU DAN ROSULMU SERTA SAYANG KEPADA RAKYATNYA...AAAAAMIIIIIN.
SETUJU BRO......